Senin, 07 Juli 2014

 selamat sejahtera semoga keselamatan & keberkahan dilimpahkan kepada anda




ARTI BENTUK
1.Bintang melambangkan tuhan yang maha esa.dimaksudkan sebagai sebuah cahaya, seperti layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian bagi setiap manusia

2.Telapak tangan bersatu berbentuk burung garuda melambangkan kekuatan.dimaksutkan telapak tangan bersatu berbentuk sayap terbang kelangit melambangkan dinamika dan semangat untuk menjunjung tinggi asma alloh dan rosulnya

3.Pedang berjumlah dua melambangkan Pedang Zulfikar milik Imam Ali. dimaksutkan Pedang Zulfikar melambangkan keberkahan

4.kata dasa daya melambangkan sepuluh kekuatan.di maksudkan jurus dasa daya merupakan pegangan pokok Yg Sangat ADI LUHUNG Dari Peninggalan Nenek Moyang Kita BANGSA INDONESIA

5.garis tepi warna hijau berbentuk bulat melambangkan kesuburan dan kemakmuran di bumi. di maksudkan Bentuk persaudaraan yang kokoh – kuat dan tidak membedakan kaya dan miskin

ARTI WARNA
1.Warna Hijau artinya melambangkan kesuburan dan kemakmuran
2.Hitam artinya melambangkan keteguhan dan keabadian
3.Kuning melambangkan kasih sayang dan kelembutan terhadap sesama manusia
4.merah melambangkan keberanian dalam kebenaran
5. putih melambang kesucian, suatu sifat dasa daya yang netral-non politik

LILLAH Artinya : segala perbuatan apa saja lahir maupun batin, baik yang berhububungan dengan langsung kepada Alloh wa Rosulihi SAW maupun berhubungan dengan sesama makhluq, baik kedudukan hukumnya wajib, sunnah, atau mubah, asal bukan perbuatanyang merugikan yang tidak di ridloi Alloh, bukan perbuatan yang merugikan, melaksanakanya supaya disertai niat beribadah mengabdikan diri kepada Alloh dengn ikhlas tanpa pamrih ! LILLAH TA’ALA baik pamri ukhrowi, lebih – lebih pamri duniawi
BILLAH : merasa dan menyadari bahwa segalanya termasuk gerak gerik kita, lahir batin, tenaga, pikiran dll adalah ciptaan ALLOH MAHA PENCIPTA !. yakni ''laa haula walaa quwwata illaa billaah '' tiada daya kekuatan melainkan karena Alloh SWT.
LIRROSUL Di samping niat Lillah seperti di muka, supaya juga di sertai dengan niat LIRROSUL, yaitu niat mengikuti tuntunan Rosulullooh SAW
BIRROSUL Penerapannya seperti BILLAH keterangan di muka, akan tetapi tidak mutlak. Dan menyeluruh seperti BILLAH, melainkan terbatas dalam soal – soal yang tidak dilarang oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Jadi dalam segala hal apapun, segala gerak – gerik kita lahir batin, asal bukan hal yang dilarang, oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Disamping sadar Billah kita supaya merasa bahwa semuanya itu mendapat jasa dari Rosulullooh SAW ( BIRROSUL )
YUKTII KULLA DZII HAQQIN HAQQOH
Memenuhi segala macam kewajiban yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya tanpa menuntut hak .mengutamakan kewajiban dari pada menuntut hak .contoh ;suami harus memenuhi kewajibannya terhadap sang isteri ,tanpa menuntut haknya dari sang isteri .dan isteri harus memenuhi kewajibannya terhadap suami,tanpa menuntut haknya dari sang suami .anak harus memenuhi kewajibannya kepada orang tua , tanpa menuntut haknya dari orang tua .dan orang tua supaya memenuhi kewaqjibannya terhadap anak, tanpa menuntut haknya dari si anak .dan sebagainya .sudah barang tentu jika kewajiban di penuhi dengan baik, maka apa yang menjadi haknya akan datang dengan sendirinya tanpa di minta .
TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFAH’ FAL ANFA’
Mendahulukan yang paling penting , kemudian yang paling besar manfaatnya . jika ada dua macam kewajiban atau lebih dalam waktu yang bersamaan dimana kita tidak mungkin dapat mengerjakannya ,bersama sama ,maka harus kita pilih yang paling aham ,paling penting kita kerjakan lebih dahulu . jika sama sama pentingnya ,kita ,pilih yang lebih besar manfaatnya

tentang basmalah- al hikam 

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
Yang disebut kitab al-hikam yaitu yang berada didalam kurung.Adapun yang lain-lain seperti mukodimah itu tadi adalah syarah ( penjelasan )daru Syekh Abdulloh As-syarkqowi.
Setengah dari pada peraturan pengarang kitab,kitab agama terutama dimulai dengan BISMILLAHIRROHMANIRROHIM ataun menyebut nama Alloh, kemudian “Alhamdulillah ........dst” pernyatan syukur kepada Alloh, didalam Al-Quur’an dimulai dengan “Bismillah”.....Bismillah atau Billah istilah Wahidiyah. Tauhid.”Ar-Rohman Ar-Rohim”ini sifat”Jamal”atau sifat kasih sayang.Menunjukkan Tuhan lebih banyak kasih sayangnya ada dawuh :

سَبَقَتْ رَحْمَتِى غَضَبِىْ
(Rohmat-KU mendahului amarah-KU)

Kasih sayang-KU lebih dahulu, lebih menonjol dari pada murka-KU.ini supaya hambanya atau manusia senantiasa mengharap kepada Alloh SWT. Jangan sampai putus asa atau Rohmat itu min ‘indillah.Rohmat atau nikmat baik nikmatul-Ijaad, ni’mat diwujudkan oleh Alloh, maupun ni’matul imdaad –ni’mat dipelihara

   •  
(Dan Rohmat-KU meliputi segala sesuatu).

Tapi kalau ghodob atau murka Tuhan,itu hanya sebagian.Dan adanya kemurkaan Tuhan itu sebabnya dari SI Hamba.Jadi Rohmat atau kasih sayang Tuhan itu lebih kuat dari pada ghodlob atau murkaNYA.Disamping itu,sekalipun manusia itu slalu berlarur-larut,kalau dibanding dengan belas kasihan Tuhan, bukan bandingan. Jadi terkecam sekali kalau berputus asa karena berlarut-larut.
Penyarah Hikam Syekh Abdulloh As-syarkqowi mengatakan daripada isi kitab Al-Hikam pada umumnya meningkatkan Tauhid dan ubudiyah.Dan memang sudah seharusnya kita sebagai manusia dan lebih-lebih sebagai umat islam meningkatkan Tauhid dan ubudiyah kepada Alloh SWT.
Pada minggu yang lalu saya kemukakan Syekh pengarang Al-Hikam, Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim, terkenal sebagai sebutan Ibnu’Athoillah, As-Sakandari.Beliau berguru kepada Syekh Abul Abbas al Mursi.sebelum beliau terjun dalam bidang tasawuf sudah menguasai bidang syariat.Disampinbg memperdalam bidang syariat beliau terjun pula dalam bidang Hakekat atau tasawuf Syekh Abul Abbas al Mursi tadi adalah muridnya Syekh Abul Hasan as-Syadzali dean beliau ini adalah murid dari Syekh Ibni Abdussalam Al Masyis.Tanggal kelahiran beliau Ibnu ‘Athoillah tidak disebutkan dalam kitab At-Thobaqotus Syafi’iyah. Wafat di Qohiroh Mesir pada bulan Jumadil Akhir tahun 709 H.Entah masuknya kitab Al-Hikam ke Indonesia atau ke Jawa khususnya Jawa Timur, kita tidak tahu.Begitu juga tidakdiketahui tahun berapa kitab Al-Hikam dikarang.

rizki yang dijamin- al hikam 

AL HIKAM 1 HAL 7

ِبـسْمِ الله ِالرََّحْمَـنِ الرَّحـِيْمِ

Arab hal 39

(kegiatanmu mengusahakan apa-apa yang telah dijamin Alloh bagimu, (yaitu rizkimu), disamping keteledoranmu dan kenggelonjomanmu melaksanakan apa-apa yang dikehendaki (diamanatkan) alloh kepadamu, itu menunjukan butanya mata hatimu)

Rizki yang dijamin Alloh adalah kebutuhan yang fital dan pokok. Artinya kalu tidak mendapat rezki itu menjadi sebab manusia dan makhluk hidup lainnya mati, tidak hidup. Seperti tersebut dalam Al-Qur’an surat Al-Kabut : 60.

             

( Dan berapa banyak binatang yang tidak dapat membawa mengurus rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.)

Berusaha soal rezki jika sampai meneledorkan kewajiban-kewajiban terhadapAlloh SWT, sampai mengurangi amal-amal ibadah yang melancarkan jalan kesadaran kepada Alloh wa Rosulihi SAW, terkecam !. ini membuktikan mata hati yang buta. Buta terhadap Alloh SWT, itu baru usaha rezki yang pokok yang sangat dibutuhkan. Lebih-lebih kalau berusahan melebihi dari itu, lebih terkecam, malah dalam syari’at dilarang berlebih-lebihan, isrof. Tidak boleh.
Itu tadi semua jika berusahanya tidak didasari dengan niat LILLAH. Menurut istilah Wahidiyah, disamping kesadaran BILLAH, yaitu bahwa yang mengerakkan usaha itu adalah atas titah ALLOH !, maka usaha soal rezki baik kebutuhan ysng pokok maupun kebutuhan yang lain-lain asal didasari LILLAH-BILLAH dan LIROSUL-BIRROSUL seperti ajaran Wahidiyah, itu sudah menjadi persoalah. Sebab dengan begitu otomatis berarti melakukan amal-amal ibadah yang akan membawa pendekatan diri kepada Alloh SWT wa Rosuluihi SAW. Disamping itu otomatis menurut perhitungan asal betul –betul tepat LILLAH-BILLAH, LIROSUL-BIRROSUL tidak mungkin sampai teledor dan nggelonjom melaksanakan amanat atau kehendak atau perintah Alloh SWT. Secara umum amanat atau kehendak atau perintah Alloh menciptakan bangsa manusia dan bangsa jin di dunia ini tidak lain supaya mengabdikan diri kepada –NYA. Seperti berulang kali kita baca , kita dengar, kita bahas, yaitu seperti firman Alloh dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 :

      
(Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi diri kepada-Ku.)

Para hadirin hadirot, mari kita koreksi keadaan haria kita masing-masing, apakah kita termasuk orang yang ngoyo istilah orang jawa dalam usaha ekonomi dan disamping itu teledor didalam melaksanakan “liyakbuduuni”, ataukah kita betul-betul sudah tepat LILLAH-BILLAH dan LIRROSUL-BIRROSUL. Kita para hadirin hadirot?, mari kita koreksi diri kita masing-masing !, yang belum tepat pengalaman harian kita yang sudah-sudah berarti dosa !. mari kita taubat selagi masih ada kesempatan, dan kemudian beri berusaha untuk meningkat dalam segala bidang !, meningkat Kesadaran kita Fafirruu Ilallooh wa Rosulihi SAW !. mari para hadirin hadirot, kita bersungguh-sungguh menaruh perhatian yang sebanyak-banyaknya soal ini.

keterlambatan pengabulan doa - al hikam 

(kelambatan waktunya Tuhan memberi kepadamu padahal engkau telah bersungguh-sungguh didalam berdo’a, jangan sampai menjadikan putus harapan, sebab Alloh menjamin,mengabulkan semua do’a menurut yang ia kehendaki untukmu, bukan menurut kehendakmu, dan didalam waktu yang telah ditentukan oleh-NYA, bukan pada waktu-waktu yang engkau inginkan).

Diperingatkan oleh Mushonnif jangan kita sampai putus asa karena kita sudah mempeng dan memohon kepada Tuhan sudah sekian lama tetapi tidak tidak ada hasil, ini jangan sampai begitu !. sudah Mujahadah mempeng, sekian hari atau sekian bukan atau sekian tahun, tapi kok masih pangah buntu saja, jangan sampai berpikiran begitu !.harus terus usaha, terus mempeng terus, sebab, pertama Alloh sudah menjamin pasti diijabahi.

Arab hal 41
(Dan Tuhan-Mu berfirman :”berdo’alah kepada-KU, niscaya AKU ijabahi bagimu).

Tapi “Fiimaa yakhtaruhu laka, laa fiima takhtaaruhu linafsika”. Yaitu didalam hal yang dipilihkan Tuhan bukan dalam hal yang engkau inginkan “wa filwaqtil-ladzi yuridu, laa fil waqtil-ladzii turiidu”. Dalam waktu yang Tuhan kehendaki, bukan waktu yang diinginkan hamba-NYA, jadi Tuhan mengabulkan do’a hamba-NYA itu, dan pasti mengabulkan, tidak terikat oleh permohonan atau do’a si hamba, lalu kapan , dan berapabanyak itu terserah Tuhan. Oleh karena itu kita jangan sampai putus asa memohon atau berdo’a !. dan disamping itu, mestinya berdo’a itu justru melaksanakan ibadah !. Pen !, dengan ijabah itu soal lain. Soalnya Tuhan, hak Than. “Ud’uunii”. Pen !. kamu harus memohon kepada –KU, pen “Astajib lakum” itu hak-Nya Tuhan. Dus “Ud-uunii”, itu kewajiban hamba, kewajiban untuk memohon, dan “Astajib lakum”, itu hak-Nya Tuhan. Kalau permohonan dihubung-hubungkan dengan ijabbahpengabulan, itu namanya tidak tepat !. orang yanmg memohon atau berdo’a kok memohon dan memandang “ijabah” itu berdo’a bukan LILLAH melaksanakan perintah tapi “lil ijaabah”. Ini merusak ubudiyah, pengabdian diri kita kepad Tuhan !.
Jadi Tuhan menjamin pasti mengijabahi do’a hamba-NYA, tapi ya itu tadi, “Fiimaa yakhtaruhu laka, laa fiima takhtaaruhu linafsika”. Mengijagahi soal yang dipilih Tuhan, bukan yang dipilih oleh yang berdo’a begitu juga mengenai waktunya.
Ada dawuh Rosulullaoh SAW, seperti didalam kitab ini yang menguatkan firman Alloh tersebut :

Arab hal 41

(Tidak ada seorangpun yangberdo’a melainkan Alloh memberi apa yang dia mohon, atau diselamatkan dari keburukan, dari bahaya, selagi dia itu tidak berdo’a soal maksiat atau merugikan orang lain).

Ada lagi yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik Rodiallohu ‘Anhu :

Arab hal 41

( Tidak seorangpun yang berdo’a, melainkan Alloh mengijabahi do’anya, atau dia di selamatkan dari bahaya yang mestinya akanmengancam dirinya, atau dia diampuni dosanya, “biar hamba-MU itu tidak AKU beri permohonanya tapi AKU selamatkan dia dari bahaya yang akanmenimpa dirinya”. Itumungkin, atau AKU ampuni dosa-dosanya, itu mungkin. Asal tidak berdo’a merugikan orang lain).

Banyak dawuh-dawuh yang berhubungan dengn ini. Antaranya lagi !. ........ atau didunia tidak dikabulkan tapi besok saja di akhirot !. itumungkin, malah banyak, ada dawuh lain yang maksunya, banyak besok diakhirat orang yang sesudah mengetahui apa yang diberikan diakhirat kepada orangberdo’a dan ketika di dunia tidak diberikan , mereka menyesal. “Wah, saya menyesal kok permohonanku sudah dikabulkan didunia, andaikata didunia tidak hasil tentu diberikan akhirat iniberarti seperti SI A itu, dia di dunia mempeng bermujahadah memohon, tapi tidak hasil didunia ternyata diijabahi diakhiirat ini dan begitu hebat keadaanya.”
Dus yang pokok soal ijabah pasti diijabahi, karena itu para hadirin hadirot, kita tidak boleh putus asa, dan didalam berdo’a harus, ... harus, ....... pokoknya LILLAH-BILLAH, tidak memandang “Astajib lakum”. Begitu juga soal-soal yang lainnya, harus juga didasari LILLAH-BILLAH, LIRROSUL-BIRROSUL, atau disamping itu, atau ada soal-soal yang kurang tepat didalam dia berdo’a, memohon. Mungkin dia kurang memenuhi persyaratan-persyaratanya. Umpamanya, makananya yang tidak halal. Atau kurang khusyuk atau tidak atau kurang hudlur. Ini mungkion ditolak sebab ini.
Hubungan dawuh “Maa lam yad’ubi-itsmin au qothi’ati rahmin”. Mungkin orang memohon soal maksiat atau memutuskan hubungan dengan kelaurganya atau merugikan pihak lain, dikabulkan. Tapi ini dikabulkan tidak secara wajar, melainkan istidroj, penglulu atau jebakan!. Contohnya seperti raja Fir’aun dalam sejarah. Dia sebelumnya menyatakan “anaa robbukubul a’la”, “Saya Tuhan kamu semua yang paling tinggi “. Dan dia mampu menyetop sungai Nil, sebelum itu dia Mujahadah, istilah Wahidiyah dengan top sekali. Malah, kabarnya kakinya pernah digantung waktu riyadlo. Maka akhirnya dia di beri Tuhan keluarbiasaan yang sampai berlebih-lebihan itu. Itulah, maka berdo’a untuk maksiat dan lebih-lebih menjadi kafir. Itu sekalipun berhasilo dikabulkan, tapi tidak wajar suatu penglulu atau jebakan. Justru berhasilnya Fir’aun , justru menghancurkan Fir’aun sendiri. Maka dinamakan jebakan. Sesudah dia mengatakan “anaa robbukubul a’la”, dan dapat menyetop aliran sungain nil, akhirnya dia dan orang-orang yang iman kepadanya dihancurkan Tuhan dalam bengawan itu juga dalam perlawananya mengejar Nabi Musa AS, mengkin dari keampuhan Fir’aun menyetop aliran sungai Nil, maka beberapa tahun pada suatu saat yang tertentu tiap tahun sungai Nul tidak mengalir sebelum mengadakan pengorbanan berupa seorang gadis cantik. Tapi kemudian pada zaman Sayyidina Umar Rodiallohu ‘Anhu oleh berliau diberantas. “hai sungai Nil, jika kamu mengalir, atas kekuasaan Tuhan, maka teruslah menmgalir, jangan berhenti”, begitu sejarahnya, dan akhirnya sungai Nil terus mengalir sampai sekarang.
Maka dari itu kita harus terus tekun bermujahadah, memohon kepada AllohSWT !, terutama dalam hubungan memohon soal kesadaran kepada Alloh SWT wa Rosulihi SAW, dan umumnya soal hajad-hajad apa saja . harus terus mempeng dan meningkat !. jangan sampai putus asa !, sebab putus asa dari rohmat Tuman adalah perbuatan orang-orang kafir. Firman Alloh dalam Surat Yusuf ayat : 87

         

( Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir").

Itu alasan pertama, dan kedua seperti diutarakan tadi, bahwa Tuhan pasti mengabulkan permohonan hambanya. Hanya kapan waktunya diijabahi dan dalam benttuk apa, itu urusan Tuhan, pasti diijabahi. Kata-kata “pasti” nilainya lebih tinggi dari pada apa yang ditentukan oleh dirinya sendiri. Dan selain itu, jika putus asa, itu berarti ketika berdoa itu dasarnya “ben di ijabahi “ biar dikabulkan, kalau pakai dasar kata biar dikabulkan, itu namanya tidak LILLAH. Berarti mengasab haknya Tuhan. Namanya memperalat Tuhan, memerintah Tuhan supaya mengabulkan apa yang dia inginkan. Jadi kalau misalnya dia menghentikan atau mengurangi mujahadah-mujahadah jangan samapi didasarkan karena sudah lama memohon tidak ada perolehan misalnya. Tapi harus “ taqdimul aham fal aham “ itu terkecam. Lebih-lebih kalau didasarkan seperti dalam pemngajian ini tadi, lebih-lebih, lebih berat.
Hubungan dengan apa yang telah dibahas dalam pengajian ini, yaitu soal kesadaran kepada Alloh SWT. Dikatakan selanjutnya :

Arab 45

Ini kadang terjadi, sebab mungkin seseorang dengan adanya hijab (penghalang) hijabnya terhadap Alloh SWT. Itu lebih baik baginya. Tidak lekas di “Futuh” – dibuka oleh Tuhan. Itu mungkin lebih baik, sebab dia harus mempeng giat bermujahadah dan sebagainya. Dan dianya selalu takut. “ adanya tidak dibuka-buka itu sebab saya”.
Dus dia selalu mengorek pribadinya, ini kebaikannya selalu mengoreksi negatif dirinya. Karena mungkin, kalau dia segera dibuka lalu menjadi ketlikung. Lalu dia berananiyah lalu ujub, takabur dan sebagainya. Itu bahayanya.

Arab 45
(tapi juga mungkin timbul godaan datang padanya dan mengatakan : kalau betul-betul engkau orang yang ahluiroodah, orang yang dikodar berhasil tentunya Tuhanmu mengabulkan doa-doamu dan menghilangkan bermacam-macam sifat basyariyah-mu, dan dengan begitu hasil maksudmu”. Itu mungkin godaan dalam hati seperti itu. Lalu menyebabkan dia putus asa. Itu kemungkinan-kemungkinanya)

Uraian- uraian ini tadi mengemukakan aalasan-alasan jangan sampai putus asa dan harus terus senantiasa waspada !. dan disamping itu tadi, mungkin sifat basyariyah ayau nafsunya malah menjadi tebal sehingga diperlukan waktu yang lama untuk memperjuangkan hilangnya nafsu itu, amalan-amalan yang lebih banyak dan dalam waktu yang lama, mungkin saja. Di gambarkan seperti misalnya tanah ladang. Ladang itu ada yang subur ada yang tandus. Yang loh atau subur ringan garapannya, hanya memerlukan biaya penggarapan sedikit saja sudah cukup baik. Tapi tanah yang dahas,diperlukan banyak tenaga banyak kangelan dan biayanya juga harus lebih banyak. Misalnya pupuk harus banyak, pencangkulan harus lebih banyak dan sebagainya. Begitu juga hati manusia, ada yang tebal nafsunya ada yang tipis. Yang tebal memerlukan waktu sampai sekian puluh hari sekian puluh bulan untuk melenyapkan nafsunya. Tapi ada juga yang sangat mudah. Bahkan hanya dalam waktu sekejap,dalamsaat nafas penghabisan. Pada tempo yang hanya sak lapan ini kalau timbul kesadarannya kepada Tuhan,sungguh dia tidak dapat di gambarkan betapa besarnya keuntungan yang diperolehnya. Sekalipun hanya pada detik terakhir dari hidupnya. Lebuh-lebih kalau kesadarn itu timbul jauh lebih lama dari itu........lebih-lebih kebveruntungannya. Sedangkan orang yang memperoleh butuh kesadaran pada detik terakhir dari umurnya,sekalipun usahanya,mujahadahnya sudah sekian lama,sekian puluh tahun misalnya,sudah tidak dapat digambarkan keberuntungannya. Lha lebih-lebih kalu kebukanya kasadaran itu lebih lama dari itu,lebih-lebih !. Tak dapat digambarkan keuntungannya. Keuntungan di dunia dan keuntungan di akhirat, keuntungan akhirat pada hal tidak dapat di perbandingkan dengan keuntungan dunia. Sekalipun barang sedikit,tapi kalau sediktnbya di akhirat,tidak dapatdiperbandingkan dengan barang yang banyak sekalipun di dunia ini.
Dus kesemuanya itu tadi menguatkan agar jangan sampai putus asa. Jangan mandeg ditengah jalan !.

     

( Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) ).

Terus usaha,sampai Izroil datang. Terus mengabdikan diri !terus LILLAH BILLAH,terus mujahadah adapun pembagianya waktu,harus sesuai dengan prinsip YUKTI KULLADZII HAQQIN HAQQOH dan TAQDIMUL AHAM FAL AHAM. Yaitu mengisi segala bidang dengan catatan mendahulukan yang lebih aham, yang lebih penting,kemudian yang lebih manfaat !. Tapi jangan sampai putus asa pokoknya !. Dasarnya harus LILLAH BILLAH,LIRROSUL BIRROSUL.
Diriwayatkan. Nabi Musa,Nabi Harun AS memohon agar Fir’aun yang begitu dzolim itu di hancurkan sebab meninndas kepada ummat dan masyarakat dan dia berani-berani menyatakan diri
“Anaa robbukumul a’la”, “aku Tuhanmu yang paling tinggi”, itu seperti firman Alloh

:   •
( Alloh berfirman : “sesungguhnya telah dikabulkan permohona kamu berdua”)

Itu ijabah kepada Nabi Harun dan Nabi Musa AS dalam jarak waktu munajat 40 tahun. Lebih kalau hanya harian atau jam-jaman atau bulanan tidak wajar putus asa.
Arab 47
( Jangan sampai meragukan kamu, terhadap janji Alloh, karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu meskipun telah terlalu (tiba) masanya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau memadamkan nur cahaya batinmu).

Diberi janji oleh Alloh SWT. Diberitahu atau mendapatkan alamat, bahwa akan memperoleh keuntungan misalnya, keuntungan soal moril atau materiil, soal kesadaran khususnya, kok tidak ada kenyataan atau tidak tepat sekalipun sudah saatnya. Itu jangan sampai ragu-ragu!. Sekali pun dalam alamat atau ketika ilham datang itu sudah pasitif, lalu tidak ada kenyataan, itu jangan menjadi ragu-ragu !. Dus alamat dengan mimpi atau ilham atau mendengar suara umpamanya, dari luar atau dari dalam, itu memang sering terjadi dalam pengalaman seseorang atau kadang-kadang mendadak ada suara dari dalam.artinya, didalam dirinya seperti ada kedengaran ada suara begini, atau suara dari luar yang dapat didengar telinga. Atau ilham tidak bersuara, melainkan dalam perasan, ini begini begitu, besok jam sekian atau dan sebagainya. Baik mengenai pribadi, terutama soal kesadaran, atau umumnya soal apa saja, itu kalau belum ada kenyataan jangan sampai ragu-ragu !. sebab, kalau ragu-ragu atau syak, “qhodam fii bashirotika”, menggangu kepada hati kepada bashiroh atau mata hati , mengotori hati, mengilangkan atau mematikan Kepada nur cahayanya hati,apa sebab,mengotari, sebab ragu-ragu kepada Tuhan, tidak tepat janji, sebab mungkin adanya tidak, tidak tepat atau tidak cocok, alamat atau impian atau ilham yang berupa apa saja itu mungkin harus ada syarat-syarat, digantungkan kepada syarat-syarat. Dan syarat-syarat itu belum di penuhi dengan sempurna, jadi terpaksa dibatalkan atau di tangguhkan. Ada perubahan waktu atau keadaan. Atau mungkin, disamping itu, soal penerimaan. Penerimaan salah paham,salah terima mungkin,jadi banyak kemungkinan-kemungkinannya yang harus kita tinjau dari berbagai sudut. Maka jangan gampang-gampang salah duga atau memang atau ragu-ragu.
Contoh-contoh banyak. Antara lain dalam perang “Hudaibiyah” yang dijanjikan oleh Rosululloh SAW. “Nanti tahun depan Negeri Makkah dapat dikuasai ummat Islam”. Tapi kenyataannya kok tidak dapat dikuasai pada tahun yang ditentukan tadi. Tapi menjadi kenyataan pada tahun yang kedua. Lha ini soalnya begitu,di gantungkan kepada syarat-syarat,yang akan ketika tahun ke satu syarat-syarat itu belum terpenuhi. Sehingga di tangguhkan tahun berikutnya. Itu hubungan dengan Rosululloh SAW sendiri. Itu tidak berarti bahwa janji Alloh SWT meleset,sama sekali tidak,hanya karena syarat-syarat pada waktu itu yang belum terpenuhi. Begitu juga kepada kita :
Arab 49
Disini di anjurkan supaya kita dalam menanggapi soal itu harus memandang bahwa diberi ilham atau alamat itu suatu nikmat yang besar. Pemberian Tuhan yang besar yang harus di tanggapi yang baik dan tepat,dan harus senantiasa menjaga adab dan hubungan yang baik terhadap Alloh SWT. Dan harus yakin kepada Alloh SWT. Yang tepat begitu !.
Para hadirin hadirot, yang mudah-mudahan pengajian ini ridloi Allohh SWT manfaat yang banyak-banyaknya. Ini juga hubungan dengan perjuangan Fafirruu Ilallooh wa Rosulihi SAW. Juga tidak dapat terpisah dari pengalaman saudara-saudara kita, hubungan dengan pribadinya, atau hungan dengan perjuangan umum, banyak kita alami pengajian ini. Soal pribadi, atau soal perjuangan umum, perjuangan Fafirruu Ilallooh wa Rosulihi SAW, kita harus tanggapi dan laksakan setepat-tepatnya. Kita harus sentiasa beradab kepada Alloh SWT, senantiasa menyadari, meningkatkan kesadaran kita, betapa besarnya fadlol dari Alloh SWT yang diberikan kepada kita!. Disamping kita harus sering mengadakan koreksi kesalahan-kesalahan atau kelemahan yang kita lakukan supaya kita ketahui dan selanjutnya kita hilangkan kelemahan-kelehan atau kesalahan-kesalahan yang tidak atau kurang tepat. Baik soal lahir atau batin !.
Para hadirin hadirot, kiranya pengajian cukup sekian saja. Sekali lagi mudah-mudahan pengajian ini diridloi Alloh SWT yang sebanyak-banyaknya dan mudah-mudahan pengajian pagi ini dapat menjadi sebabnya kita berjuang Fafirruu Ilallooh wa Rosulihi SAW pantang mundur, tidak nglokor, tidak mandeg ditengan jalan !. Berjuangan hubungan kedalam, pribadi, hubungan rumah tangga atau hubungan umum dalam masyarakat terutama yang secara langsung hubungan kesadaran kepada Alloh wa Rosulihi SAW, mudah-mudahan pengajian pagi hari ini menjadi pupuk, menjadi pupuk !. yang sebanyak-banyaknya !. Amiin.

sedikit amal dan kesadaran - al hikam 

BISMILLAAHIR ROHMANIR ROHIM.
( Jika Tuhan membukakan jalan untuk ma’rifat (sadar kepada-NYA), jangan pedulikan masalah amalmu yang masih sedikit sekalipun,sebab Tuhan tidak membukakan itu bagimu melainkan ia akan memperkenalkan diri kepadamu).

Dus soal ma’rifat atau kesadarn kepada Alloh SWT sekalipun sedikit atau sebagaian, jangan sampai memandang kepada amalnya yang masih sedikit lalu putus asa,jangan !. Dan sekalipun sudah ada hasilnya, supaya diteruskan itu amal-amalan. Yang sudah berhasil, supaya dipelihara yang sebaik-baiknya, dan yang belum berhasil jangan putus asa, terus usaha agar supaya berhasil !. Dus sama saja soal-soal yang lain. Orang menuju kepada Alloh SWT, umumnya menurut perjuangan atau ikhtiarnya. Yang sungguh-sungguh kuat dan tepat dalam perjalanan tentu hasilnya juga seimbang dengan jerih payahnya. Tapi perlu diingat bahwa dalam perjalanan itu banyak rintangan-rintangan dan hambatan-hambatan dari luar, dari dalam, dari segala jurusan. Selalu ada !.
Dalam pengajian ini diperingatkan jangan sampai teledor atau putus asa. Lebih-lebih kalau sudah ada hasilnya, banyak atau sedikit, jangan sampai teledor dan lengah !. Rintangan-rintangan banyak sekali, dari luar maupun dari dalam. Entah soal ekonomi, entah soal rumah tangga, entah soal usaha atau perjalanan itu sendiri, mujahadah-mujahadah dan lan-lain. Kalau sudah memiliki rasa BILLAH misalnya, atau merasa selalu di incer, diawasi oleh Tuhan (muroqobah) ini harus di tingkatkan,dipelihara !. Jangan sampai puas sampai disitu dan jangan lengah terhadap gangguan-gangguan yang mungkin timbul dari berbagai persoalan !. Adapun jika menghadapi rintangan atau gangguan, harus sabar atau ridlo, disamping menghilangkan rintangan dan gangguan itu. Malah, harus bisa memanfaatkan rintangan itu untuk kesadaran.
Arab 56

(Tidaklah engkau ketahui bahwa ma’rita atau kesadaran kitu semata-mata pemberian karunia Tuhan kepadamu, sedang amal perbuatanmu adalah hadia dari padamu. Maka betapa jauhnya perbedaan antara hadiamu dan pemberian karunia Tuhan ?)

Dus, disini diperingatkan, bahwa soal kesadaran kepada Alloh wa Rosulihi SAW seklipun hanya sedikit, lebih-lebih kalu dibandingkan dengan usahanya, sekalipun sedikit pemberian dari Alloh SWT. Sedangkan amal seklipun banyak, adalah merupakan usaha sihamba. Sedikit dari pada Alloh SWT masih jauh lebih berharga dari amal hadiah dari si hambasekalipun betapa besarnya amal itu. Lagi pula amal si hambaitu manfaatnya kemabali kepada itu sendiri, sama sekali tidak mempengaruhi. Hadiah dari hamba sekalipun betapa besarnya yang dihadiakan kepada Tuhanya, sama sekali tidak berarti kalau di bandingkan dengan hadiah Tuhan atau pemberia Gusti kepada hambanya. Sekalipun peparing itu sedikit, ini dapat kita ambil gambaran umpamanya seorang rakyat jelata menerima hadiah dari presiden. Seklipun pemberian itu hanya sedikit, tapi dia si rakyat tadi tentu gembira dan bangga menerima hadiah dari presiden. Atau kalu tidak usah sampai diberi, dipangil begitu saja si rakyat tadi sudah bangga sekali. Malah, sekalipun didalam melaksanakan panggilan itu makan biaya dan pikiran, si rakyat yang dipanggil tadui tetap gembira dan bangga menerima panggilan dari presidennya. Mala seorang rakyat yang langsung diperintah oleh seorang Kepala Negara atau Raja, atau Presiden, sekalipun itu perintah, betapapun beratnya dia tetap gembira dan bangga melaksanakan perintah yang langsung di berikan oleh perisidenya itu. Karena merasa istimewah, dekat dengan Kepala Negara.
Hadiah dari seorang rakyat kepada Kepala Negara, sekalipun betapa besarnya masih jauh tidak sebanding jika dibandinkan dengan hadiah Kepala Negara kepada rakyatnya. Itu baru Kepala Negara, sesama manusia. Lha lebih-lebih hadiah dari Alloh SWT, jauh sama sekali tidak dapat digambarkan betapa nilainya !. Alloh Maha Agung, Maha Mulia, Maha Kuasa,Maaha, Maha, Maha.

Arab 57
( Sedikit amal disertai kesadaran lebih baik dari banyak amal tanpa kesadaran (ma’rifat) ).
Amal sedikit tapi di dasari kesadaran kepada Alloh SWT lebih baik daripada banyak amal tapi tanpa kesadaran kepada Alloh SWT.
Ini kita didalam Wahidiyah sering bicara, sering mendengar, bahkan sudah merasakan. Maka yang pokok mari kita tingkatkan, disamping koreksi pengalaman-pengalaman yang sudah-sudah !. Koreksi, perlunya untuk meningkatkan dan menyempurnakan. Meningkatkan dan menyempurnakan soal lahiriyah terutama soal batiniyah, lahiriyah harus kita koreksi dan kita sempurnakan. Yah sekalipun yang paling penting dan paling pokok adalah batiniyah, tapi soal lahiriyah tidak boleh kita abaikan !. Dan harus “TAQDIMUL AHAM FAL AHAM” !. Ini kita berjuang untuk batiniyah dan lahoiriyah itu bersama-sama, bisa dan kita mampu. Disamping memperbaiki batiniyah, lahiriyah, disamping lahiriyah batiniyah. Seharusnya begitu !. Dan kita mampu.

Arab 58
Kalau orang sudah mempunyai pengalaman kesadaran kepada Alloh SWT, supaya lebih ditingkatkan perhatiannya, agar menjadi otomatis terus bertambah. Terus bertambah ini yang lebih aham dari pada amal lahir. Namun begitu, amal lahir tidak boleh kita abaikan, harus juga kita usahakan peningkatan dan penyempurnaan, tapi terutama amal batin. Atau dengan kata lain amal lahir harus menjadi realisasi dari pada amal batin. Dus batin kita hatus senantiasa mengomando kepada amal lahir kita !.

Arab 58
Hati, adalah Rajanya anggota lahiriyah. Kalau hatinya baik lahiriyahnya juga baik. Kalau buruk ya buruk. Maka dari itu, disamping meningkatkan dan menyempurnakan batiniyah, lahiriyah harus juga ditingkatkan !. Atau disamping meningkatkan dan menyempurnakan lahiriyahnya, juga batiniyahnya terutama.

Arab 58
Dikatakan : Umumnya orang ‘Arifin pada akhirnya tidak seperti ketika pada saat-saat pertama mengenai kegitannya. Sebab dia yang lebih dipentingkan adalah batinnya didalam Syuhud kepada Alloh SWT. Tapi otomatis dia kalau waktu ada kesempatan kelihatan giat lahiriyahnya. Tapi harus ada pertimbanagn “TAQDIMUL AHAM FAL AHAM”. Malah, setengahnya ‘Arifin mengatakan, bahwa oarang yang di hadrotulloh, orang yang sadar, mestinya, adabnya, harus diam lahiriyahnya maupun batiniyah. Dia seorang yang sadar, seorang yang ada dihadapan Alloh SWT adabnya harus diam. Kecuali ada kebutuhan yang sangat. Tapi kalau tidak membutuhkan, harus diam. Boleh digambarkan sebagai seorang rakyat umpamanya. Dia dihadapan pembesar atau Kepala Negara, mestinya adabnya menundukan kepala dan diam, tidak banyak bicara. Terutama bicara yang tidak berguna. Lebih-lebih terhadap Alloh SWT, harus diam. Kecuali ada hal-hal penting misalnya dalam penyiaran, atau nahi munkar, dan lain-lainnya. Diam di dalam Syuhud kepada Alloh SWT. Di dalam sowa dihadapan Alloh SWT. Di dalam audensi, atau merasakan betapa Agungnya Alloh SWT, sempurnanya Alloh SWT !. Betapa banyaknya nikmat dari Alloh SWT !. Nikmat yangmengalir ke seluruh makhluq dalam segala bidang dan segala bentuk. Dan kepada dirinya sendiri, lahiriyah maupun batiniyah !.

Arab 59
( Beraneka warna jenisnya amal perbuatan, disebabkan karena bermacam-macamnya pemberian karunia Alloh yang diberikan kepada hambanya ).
Amal ibadahnya orang itu bermacam-macam, karena komandonya hati. Komando hati dan hati mengomando itu karena ada sorotan dari Alloh SWT. Atau fadlol dari Alloh SWT.
Disebutkan “ Khal” atau bentuk jamaknya “Akhwal”, yaitu keadaan hati, atau sikap moril yang berada didalam hati, sehingga hati ini bergerak ingin begini, ingin begitu. Ingin Mujahadah, ingin baca Sholawat, ingin istighfar, ingin dzikir “Alloh-Alloh” atau “laa ilaha Illalloh”, atau .....Yaa Waahidu Yaa Ahad, Yaa waajidu Yaa jawaad, dan sebagainya dan sebagainya. Ada yang ingin menolong orang lain, ingin menyiarkan dan sebagainya itu bermacam-macam oleh karena bermacam-macam pula dorongan atau tekanan dari hati. Dan hati menekan begitu itu sebab ditekan oleh fadlol Alloh SWT.
Arab 60
Sebabnya demikian itu ialah karena ada apa-apa yang datang dari Alloh yangm menyebabkan hati yang kedatangan tadi menjadi begini begitu.
Arab 60
Lalu bagaimana caranya, disini ?. Yang baik, yang wajar dan seharusnya ayitu melaksanakan apa yang jadi komando hati sebab. Hati dikomando oleh “warid Ilahi”. Begitu itu apabila tidak berada dibawah tarbiyah atau pendidikan seoarang Guru yang sempurna. Yaitu seorang yang sadar dan dapat menyadarkan orang lain. Guru atau Syekh yang Kamil Mukaamil. Tapi kalau seseorang berada dibawah asuhan seorang Guru Kamil Mukaamil, harus tunduk seratus persen kepadanya. Sekalipun hal itu mungkin bertentangan dengan “Waarid”nya, bertentangan dengan keadaan hati. Otomatis caranya orang yang mengasuh orang lain untuk sadar kepada Alloh SWT, otomatis berbeda-beda. Bermacam-macam seperti halnya soal lahiriyah. Setengahnya ‘Arifin menyabdakan kurang lebih :
Arab 60
( Barang siapa keluar meninggalkan dunia (mati) belum menemukan seorang Guru Mursyid yang Kamil Mukkamil yang mengasuh dirinya ke arah kesadaran kepada Alloh SWT, maka dia membawa dosa besar dan rugi ).
Atau seperti dawuh Syekh Hasan Asy-Syadzali Ra :
Arab 61
( Barang siapa yang belum mencicipi/merasakan ilmuku ini (maksudnya soal kesadaran kepada Alloh SWT ),maka matinya membawa dosa besar sekalipun betapa banyak amalnya, dan dia tidak tahu, tidak merasa ).
Jadi kalau seseorang berada di bawah asuhan seseorang Guru yang sempurna yang mengantarkan wusul kepada Alloh SWT, dia harus bersikap :


Arab 61
Seperti mayit di bawah tangan orang yang memandikan. Harus tunduk menyerah bongkokkan seratus persen.
Bermacam-macam dalam sejarah, orang yang menyadarkan kepada Tuhan. Ada orang yang hanya disuruh baca “Alloh-Alloh” saja, ada yang disuruh riadlo-riadlo, dan banyak lagi macamnya. Yah, tidak berbeda dengan seorang dokter yang mengobati pasienya. Seorang dokter, atau seorang tabib, bermacam-mcam caranya untuk mengobati pasienya. Dan melihat keadaan si pasien dan jenis penyakitnya. Juga tergantung pada kemampuan yang ada padanya.
Para hadirin hadirot, ya mudah-mudahan pengajian pagi ini di ridloi Alloh SWT!. Dan kita hubungan, pengajian ini, kita sebagai pengamal Wahidiyah harus bertasyakur atas adanya sholawat Wahidiyah yang kita miliki ini!. Alhamdulillah, banyak sekali hasil hasilnya yangkita peroleh dengan perantaraan sholawat wahidiyah, terutama hubungan soal kesadaran kepada Alloh wa Rosullihi SAW!. Hubungan kita kepada Alloh SWT, didalam kita mengabdiakn diri kepada Alloh SWT, alhamdilillah sedikit banyak kita dikaruniai kesadaran dengan cara-cara yang ringan dan gampang. Ini harus kita tingkatkan syukur kita!. Dan mari para hadirin hadirot wahidiyah yang sudah kita miliki ini kita pelihara kita jaga, kita perhatikan, kita tingkatkan dalam segala bidang!. Kenyatan dan pengalaman, alhamdulillah hasilnya memuaskan sekali. Terutama soal kesasdaran kepada Alloh SWT.
Dikatakan bahwa “Asy-Syaikhul Kamilu” guru yang sempurna yang dapat mengantarkan kesadaran kepada Tuhan, pada zaman akhir sulit di temukan. Digambarkan seperti mencari burung Gagak Putih. Yah, pokoknya jarang sekali. Itu baru mencarinya. Mencari, orang siapa yang dapat menghantarkan wusul kepada Alloh SWT. Sudah suli, belim lagi bagaimana caranya nanti. Lah ini para hadirin hadirot, kita didalam wahidiyah diparingi mudah, dengan wahidiyah, dengan pupuk wahidiyah, kita diparingi sedikit banyak, kesadaran kepada Alloh SWT. Itu sungguh, suatu fadlol yang sangat besar sekali. Dari itu harus kita syukuri dengan sungguh-sungguh.
Arab 62

Dikatakan disini, bahwa bermacam macam amal bagi orang yang menuju kepada Alloh SWT yang sunguh-sunguh, itu, karena berbeda bedanya ketetapan hatinya. Suatu ketika yang di antepi ini, satu ketika yang lain itu, bermacam-macam. Ada yang banyak macamnya. Ada yang sedikit malah ada yang pancet satu macam saja. Misalnya hanya Alloh, Alloh saja dan sebagainya .
Maka juga ada cara yangbanyak, adajuga cara yang sedikit, amal itu ibaratnya seperti makanan, tiap makanan pasti ada vitamin-vitamin yang ter kandung didalamnya, dan ada yang satu sama lain diantara jenis-jenis makanan itu vitaminnya juga bermacam-macam, tidak sama. Amal yang banyak dengan sendirinya vitaminnya juga banyak dan bermacam-macam. Dan bermacam-macam pula manfaatnya bagi yang memakan makanan itu.Begitu juga amal, amal, bermacam-macam juga vitaminnya ibarat makanan, bermacam-macam faedah dan daya gunannya.
Ada amal yang disitu membicarakan betapa murahnya tuhan. Ada lagi amal atau”Asmaak”yang berisi mengutarakan, kekuasaan tuhan atau keadilan tuhan, lha itu otomatis pengaruhnya terhadap hati berbeda-beda. Kalau amal itu membicarakan atau menguraikan kemurahan tuhan, kasih sayang tuhan, itu otomatis ada buahnya didalam hati. Kalau ingat bahwa tuhan senantiasa mengetahui keadaan kita, otomatis mempengaruhi diri kita. Kits menjadi senantiasa takut, tidak berani berkutik. Dan sebagainya, dan sebagainya.
Ada amal yang hanya ingat kesatu macam saja. Tapi sekalipun hanya satu macam, tapi sudah meliputi segala segi, dari jenis-jenis yang lain. Umpamanya hanya”Allah “thok. Sekalipun hanya satu macam, “Allah”Tuhan otomatis. Maha, Maha Tahu, Maha kuasa, Maha Kasih sayang, Maha, Maha, Maha, Maha. Dus satu asmak saja sudah mencakup bermacam-macam bidang. Tapi ada juga yang hanya satu macam asmak, tidak mencakup yang lain-lain. Misalnya”al-qoodiru”. Otomatis kuasa, belas kasihan tidak termasuk disitu.
Dus mudahnya, kembali kepada pengajian, orang yang beribadah atau mengabdikan diri kepada Tuhan, itu dengan bermacam-macam amalan dan caranya. Lha bermacam-macamnya amal itu, dikarenakan bermacam-macamnya esakan atau dorongan yangberpengaruh dalam hati. Hati krenteg begini, kerenteg begitu. Lha hati yang begitu itu karena dari Allah SWT, yang disini disebut”waaridun ilaahiyum”. Atau fadlol dari Allah SWT.
Dus dorongan dalam hati begini begitu, karena memang dari Allah SWT, harus diikuti. Misalnya pada suatu ketika tergerak banyak”yaa syafi’al”.... saja, dan pada lain kesempatan”fafirruu....” dan lainnya lagi “Allohumma yaa waahidu...” lha itu supaya dipempeng, diperbanyak dan ditingkatkan nilainya!. Mungkin ada lagi yang ingin memperbanyak semuanya. Itu juga harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
Kesemuanya itu tadi jika tidak berada dalam tarbiyah atau asuhan seorang Syekh atau guru yang otomatis guru itu lebih mengetahui seluk beluk jalan menuju kesadaran kepada Alloh SWT. Beliau seorang kaamil mukammil yang sudah berpengalaman mengalami liku-likunya perjalanan menuju kesadaran. Ibaratnya deorang dokter betul-betul menguasai jenis-jenis penyakit si pasien, dan mengetahui dengan tepat obat apa yang cocok untuk menyembuhkan si pasien. Dus, kalau kita berada dibawah asuhan seorang guru yang kaamil mukammil, apa yang tergerak didalam hati, itulah yang harus diikuti dan dilaksanakan. Tetapi kalau berada dibawah asuhan guru yang kaamil mukammil, harus, harus, seratus persen tunduk mengikuti petunjuk guru!. Sekalipun mungkin petunjuk itu berlawana dengan krenteg dalam hati.
Seorang yang kaamil mukammil dapat ditandai dalam lahiriyahnya, yaitu antara lain dalam bidang syari’at beliau sempurna, konsekwen,tidak ada cacatnnya. Hububungan dalam masyarakat, beliau tidak mengecewakan. Hubungan soal ibadah lahiriyyah juga tidak mengecewakan.Itu lairiyyah beliau.Disamping itu batiniyah beliau otomatis senantiasa sadar kepada Alloh SWT.Sadar dan menyadarkan orang lain.Tapi itu tidak kelihatan.Tidak mudah di ketahui lain orang atau masyarakat.Dus yang bisa ditandai yaitu soal lahiriyyahnya.Soal agama minim tidak mengecewakan,sooal hubungan dalam masyarakat juga tidak mengecewakan .Lha umpamanya sekarang ada seorang lahiriyyahnya sudah kelihatan mengecewakan,baik dalam soal agamanya lebih-lebih,mampu dalam hubungannya didalam masyarakat,itu otomatis tidak dapat disebut “kaamilun mukaamilun”. Sebab pada zaman akhir mungkin saja ada orang yang belum, yang mungkin memang sama sekali plasu, atau munkin dianya belum,belum mampu untuk mengantarkan kearah kesadaran kepada Alloh SWT.Itu mungkin sekali ada, karena itu hasur berhati-hati memilih guru Maamil Mukammil. Dus mungkin sekali ada orang yang memang dia sudah sadar kepada Alloh SWT. memang sungguh-sungguh sudah minal ‘arifi, tetapi dia belum mampu untuk mengantarkan orang lain sadar kepada Alloh SWT.
Dus, yang dapat dipakai pedoman, soal lahiriyah saja. Soal agamanya tidak mengecewakan. Adapun soal lahiriyahnya seseorang itu tidak mudah diketahui. Dan hubunnganya didalam masyarakat juga tidak mngecewakan. Lha kalau salah satu dari dua hubungan itu mengecewakan, berarti belum memenuhi syarat-syarat guru kamil mukammil. Ini harus dihindari!.
Para hadirin hadirot, kembali kewahidiyah. Alhamdulillah para hadirin hadirot!, insya Alloh wahidiyah ini cukup untuk kita buat alat, untuk sowan kehadapan Alloh warasulihi SAW!. Dan insya Alloh cukup, untuk mengantar orang lain, kita antarkan sowan beraudensi dihadapan Alloh warosulihi SAW. Insya Alloh cukup tinggal kita para hadirin hadirot!, sesunguhnya kita sudah ada kemampuan untuk itu. Tinggal mau atau tidak!. Tetapi sesungguhnya kita sudah diberi memilikikemampuan. Kemampuan yang cukup, dan cara-cara dan alat yang kitaa miliki juga mampu untuk sowan dan menyowankan, untuk sadar dan menyadarkan, intu mampu.
Mari para hadirin hadirot, kita perhatikan kita tingkatkan sebanyak mungkin, sesempurna-sesempurnamya!.
Para hadirin hadirot, ya mudah mudah-mudahan pengajian ini diridloi oleh Alloh SWT, mendapat syafaat Rasulillahi SAW, mendapat jangkungan dan tarbiyah nadhroh Ghoutsi Hadzaz Zaman waa’waanihi dan semua kekasih Alloh SWT!. Mudah-mudahan kita dapat menggunakan alat yang kita miliki yaitu perjuangan Fafirruu Ilalloh wa Rosulihi SAW!. Kita gunakan dengan semestinya, kita gunakan untuk sowan kepada Alloh wa Rosulihi SAW, dan menyowankan umat dan masyarakat kehadirat Alloh wa Rosulihi SAW. Amiin!

hati yang bercahaya - al hikam 

ARAB 106
ِبـسْمِ الله ِالرََّحْمَـنِ الرَّحـِيْمِ


(Bagaimana mungkin hati bisa bercahaya, sedangkan segala yang ada masih melekat didalamnya)

Hati tidak bisa bening atau padang, selama hati itu masih selalu mengingat-ingat makhluq, mengingat atau meyakini bahwa makhluq itu dapat menguntungkan atau merugikan, dapat memberi manfaat atau membahayakan. Selama hati itu senantiasa menjagakan pada makhluq dalam segala hal, selama hati masih terpengaruh atau terkintil-kintil pada makhluq, hati yang begitu itu tidak dapat bersih, bebas dan bercahaya. Artinya senantiasa terpengaruh dan ditawan oleh makhluq.

ARAB 106

Dan apa mungkin hati dapat sowan menghadap kehadirot Alloh SWT, sedang dia masih dikuasai oleh nafsunya. Hati yang senantiasa nuruti kepada nafsunya. Tidak bisa sowan. Dihadapan Alloh Ta’ala. Hati kalau tidak bening, tidak bersih dari pengaruh oleh makhluq otomatis dia selalu tunduk kalah kehendak nafsunya.

ARAB 106

Apa mungkin dapat diharapkan bisa sowan kehaddlrotulloh hati yang belum suci dari junub kelalaianya, masih selalu nuruti nafsunya

ARAB 107

Bagaimana orang masih hadats junub tidak boleh masuk kedalam masjid. Demikian juga orang yang masih dikuasai oleh nafsunya, masih terpengaruhkepada memandang makhluq, dilarang sowan kehadirot Alloh SWT.
Para hadirin hadirot!. Mari kita koreksi hati kita masing-masing. Kita masih terpengaruh oleh makhluq atau tidak, mari kita adakan koreksi. Kalau masih terpengaruh berarti butek hati kita. Belum bersih. Kalau hati tidak bersih ototmatis dikuasai oleh nafsu, kalau hati dikuasai nafsu, otomatis tidak bisa sowan dihadapan Tuhan. Jadi hati yang bisa sowan menghadap kepada Tuhan ialah hati yang tidak melupakan Tuhan. Hati yang tidak lupa pada Tuhan. Yaitu hati yang tidak terpengaruh oleh nafsu, hatiyang tidak terpengaruh oleh nafsu, yaitu hati yang tidak terpengaruh oleh makhluq. Kalau hati masih terpengaruh oleh makhlauq terpengaruh dengan takut atau mengharap, itu namanya masih dikuasai oleh makhluq, memandang itubermanfaat itu membahayakan itu merugikan itu berarti tewrpengaruh oleh makhluq.
Mari para hadirin hadirot, kita tinjau keadaan hati kita!. selama kita mengahdapi segala sesuatu, terpengaruh oleh segala sesuatu itu atau tidak, mari kita tinjau. Kalau kita terpengaruh oleh segala sesuatu yang kita hadapi, itu berarti kita dikuasai oleh segala sesuatu yang kita hadapi itu. Ini menguntungkan, ini merugikan, ini pahit, ini manis dan sebagainya. Moril materiil, masih terpengaruh oleh segalanya itu. itu namanya ............. ya pengeruh. Kalau terpengaruh berarti dikuasai oleh imprealisme nafsu dan otomatis tidak bisa sowan menghadap Tuhan.
Mari para hadirin hadirot, kita tinajau pribadi kita masing-masing. Ilmiyah gampang, hanya sekian kata, tapi sekalipun ilmiyah gampang, dalam prakter hati kita, mari kita tinjau. Ketika kita merasakan pahit atau manis ketika mengalami unrung atau rugi, mengalami senang atau gembira atau susah tau sedih, mengalami takut atau berani mengalami ... ya segala keadaan yang kita alami lahiriyah atau batiniyah kedalam atau keluar, moril ataupun materiil, itu sudah senantiasa BILLAH kah atau tidak?. Mari kita koreksi, kalau beri’tikat atau merasa bahwa merasa segala sesuatu itu tadi “taduruu wa tanfa’u”- membahayakan atau memberi manfaat, itu berarti bahwa tidak ada kesadaran BILLAH. Siapa membanggakan atau menonjolkan usahanya atau perjungannyaitu berarti tidak BILLAH. Dus. Kita didalam mengalami segala sesuatu paling sediki harus ingat BILLAH. Kalau tidak ingat BILLAH itu berarti masih dikuasai apa yang kita hadapi. Berarti masih buteh hati kita. Tidak bening atau syirik khofi, merasa ada yang berkuasa selain Tuhan. Kalau lupa pada Tuhan berarti syirik khofi. syirik khofi adalah suatu dosa yang besar orang yang syirik khofi tidak BILLAH. Otomatis dia ujub dalam segala amaliyahnya atau in\badahnya senantiasa ujub. Membanggakan atau merasa punya keistimewan. merasa punya keistimewan dalam suatu istilah dikata ujub. Orang yang beramal dengan ada ujub, tidak diterima dan kecam!. Atau sekaipun kita sedang tidak melakukan amal ibadah atau suatu perbuatan, sekalipun tidak merupankan suatu perbuatan, atau ibadah, itu namanya mengambur-hamburkan waktu. mengambur-hamburkan suatu kesempata atau hal-hal yang tidak diperkenankan. Atau istilah lain tidak mensyukuri kepada nikmat Tuhan. Dia tidak menyadari bahwa mendapat nikmat berupa dapat berbuat. Berarti dia menyalagunakan nikmat. Tumpuktumpuk negatif atau kesalahan.
Dari itu para hadirin hadirot, mari kita koreksi keadaan kita. Sudah senantiasa tepaaaaatkah atau belum ?. itu adanya koreksi atau peninjauan kembali. Kalau belum tepat,mari kita tepatkan. Mari bersama-sama bertaubat. Yang sudah tepat, mari terus kita tingkatkan sedapat mungkin.
Dus hati yang bute, yaitu hati yang masih terpengaruh oleh suasana atau makhluq “Al akhwaan” = segala yang ada = makhluq. Terpengaruh takut, terpengaruh cinta. Terpengaruh mengaharap atau kuatir, itu berarti hati yang masih butek atau gelap buta. Berarti masih dikuasai oleh nafsu. Tapi hati yangbening bercahaya, tidak dapat dikuasai oleh nafsu, malah sebaliknya dapat megusai nafsu dapat memanfaatkan nafsu. Memanfaatkan nafsu untuk kendaraan menuju kebahagiaan hidupnya lahir dan batin dunia sampai akhirot yang diridloi Alloh SWT.
Saya ingin begini, dan saya bisa. Ini namanya dikuasai oleh nafsu. Tunduk pada nafsu. Ini kalau hati butek atau gelap atau buta, selalu dikomando oleh nafsu, nuruti nafsu. Kalau begitu, dia yang seperti itu dioa selalu atheis. Tidak merasa bahwa Tuhanlah yang senantiasa mencipta, yang senantiasa menghendaki segala sesuatu..
Dalam istilah Wahidiyah orang yang bening atau padang hatinyaotomatis senantiasa LILLAH-BILLAH. Hati yang butek atau gelab atau buta otomatis selalu LINNAFSI- BINNAFSI. Pokoknya ilmiyah sudah cukup jelas gamblang. Tinggal bagaimana praktinya, itu kita masing-masing yang dapat mengukur atau meneliti. Mengalami keuntungan terutama, juga kita masing-masing. Yang mengalami kerugian terutama, juga kita masing-masing. Kalau tidak ada pelaksanaan ilmiayah-ilmiyah tadi dengan tepat, kita disamping lain-lain juga banyak merugikan. Mari para hadirin hadirot!. Menaruh perhatian yang penuh-penuhnya. Didunia ini kalau tidak tepat, ya sekali ini dan kalau tepat ya sekali ini!.
Umat manusia hidup didunia ini dapat diibaratkan orang “boro”. Boro cari pekerjaan kesuatu negeri atau kesuatu tempat pekerjaan pokoknya. Kepasar atau kesawah atau ke perusahaan atau kekantor dan sebagainya. Kalau mengalami keuntungan ya sekali itu kalau rugi ya sekali itu. Kalau untung yang tidak bisa bertambah lagi dan kalau rugi ya tidak bisa ditutup lagi. Kemudia selanjutnya hanya merupakan hasil atau akibat pada keuntungan atau kerugian it tadi.
Dus, saya ulangi lagi. Hati yang gelap dan butek tidak jernih hati yang buta, yaitu hati yang terpengaruh oleh makhluq tidak langsung mengarahkan pandangannya kepada Tuhan pencipta alam semesta. Makan cabe ... pedeeeeesm, minum sirup ........ manis, hanya begitu saja, tidak ada kesadaran BILLAH, itu namanya hati yang masih terpengaruh. Hanya merasakan manisnya guka atau pedasnya sambal hanya merasakan itu saja, pen tidak sadar BILLAH. Itu namanaya masih dikuasai oleh Nafsu!. BINNAFSI. Sekalipun lombok itu pedas. Jadi lombk itu satu, pedasnya soal lain. Atau api, api panas, sesungguhnya bukan api yang panas, jadi yang panas itu BILLAH. Kalau api itu panas berarti api itu kuasa. Padahal sifat Tuhan anatara lain “Qudrat”. Kembali kita sejenak kepada pengajian ‘aqoid waktu masih kanak-kanak. Wujud, qidam, baqok, mukhlafatu lil khawadisi dan seterusnya. Tuhan tidak sama dengan makhluqnya. Ototmatis kalau tidak sama, ya tidak sama, pencipta dan ciptaan tentu tidak sama. Kalau Tuhan bersifat Wujud. Wujudnya makhluq ini disebab diwujudkan oleh Tuhan. Kalau tidak diwujudkan Tuhan, pasti tidak wujud. Dus !. yang ada hanya Tuhan. Kalau lainnya Tuhan ada, ini namanya ada dua dan ini mustahil. Begitu pula kalau dihubungkan dengan sifat-sifat Tuhan yang lain. Qodrat misalnya, karena ini yang paling menonjol. Apabilah Tuhan punya sifat qudrat-kuasa otomatis tidak ada yang lain yang kuasa. Kalau ada kuasa lain, namanya lalu ada yang menyamai Tuhan. Irodahnya begitu juga, karep, kalau Tuhan punya kehendak otomatis makhluq tidak punya kehendak. Jadi adanya sesuatu itu wujud, kuasa atau berkehendak, itu karena diwujudkan, diberi kuasa, diberi kehendak dan sebagainya. Jadi pada hakekanya sesuatu itu sendiri tidak ada, tidak punya kuasa apa-apa, tidak punya kehendak.
Jadi orang pada waktu makan minum dan begitu saja kok pen begitu saja, itu orang yang buta mata hatinya. Kalau tidak langsung pada BILLAH, namanya buta. Syirik khofi !. Dalam perjuangan fafirruu Ilalloh wa Rosulihi SAW soal ini prinsip sekali. Paling prinsip. Disamping LILLAH BILLAH. Setiap orang selama mempunyai perasaan pasti mengalami semua itu. BILLAH kah, atau BINNAFSI kah, pasti mengalami. Setiap orang mengalami atau mempunyai perasaan. Kalau tidak BILLAH, otomatis BINNAFSI. Kalau tidak BINNAFSI, otomatis BILLAH.
Mari para hadirin hadirot, ,kita menaruh perhatian yang sungguh-sungguh. Ini soal merata, menyeluruh, tanpa kecuali. Dan ini soal yang pokok. Ya mudah-mudahan kita memperoleh pertolongan dari Alloh SWT. Khususnya didalam soal ini dalam kita usaha, didalam kita berjuang.
ARAB 111
Apakah mungkin dia dapat mengharapkan faham atau mengerti akan rahasia-rahasia yang pelik-pelik terutama, sedangkan dia belum tobat dari kesalahan-kesalahannya.
Orang yang tidak mau tobat, terutama soal dosa syirik khofi, dan umumnya segala maksiat, dia selama belum tobat, belum menyesali dosa-dosanya, belum merubah sikap, dia tiodak akan faham atau mengerti atau menemukan rahasia-rahasia yang diberikankepada orang-orang yang sadar kepada Alloh SWT. Oarang yang diridloi oleh Alloh SWT. Atau orang-orang yang mau tobat dengan sungguh-sungguh. Dus !. Mudahnya orang yang belum tobat dengan sungguh-sungguh, belum merubah sikap, belum membebaskan diri dari nafsunya, tidak dapat memahami atau menemukan rahasia-rahasia seperti yang diberikan kepada orang-orang yang diridloi Alloh SWT.
ARAB 111
Hal-hal yang seperti diatas berlawanan satu sama lain. Padangnya hati dengan cahaya keyakinan yang membaja adalah kebalikan dari gelapnya hati, atau hati yang buta, yang dia senantiasa dikuasai atau terpengaruh oleh makhluq. Aghyar atau Akwaan yang dia jadikan i’timad atau tempat bergantung.
ARAB 112
Dan perjalanan sowan kehadirat Alloh SWT. Dengan memutuskan hubungan dari cengkraman nafsu, berlawanan dengan yang masih berada dalam cengkraman imperialis nafsu. Itu sudah jalas tidak perlu di perpanjang lagi.
Dus kembali lagim Orang yang hatinya masih buteg, berarti tidak punya iman, atau imannya sangat tipis sekali dan dikawatirkan sekali dalam keadaan yang kecil saja bisa lenyap iman itu. Menghadapi ujian sedikit saja mungkin hilang iman itu, lebih-lebih menghadapi keadaan yang berat.
Orang yang hatinya bening, padang senantiasa sowan di hadapan Alloh wa Rosulihi SAW. Sebaliknya orang yang mata hatinya gelap, selalu menjauhkan diri dari Tuhan senantiasa lupa pada Tuhan. Senantiasa LINNAFSI BINNAFSI. Istilah “ jauh ” dan “ dekat ” orang yang senantiasa sadar senatiasa ingat kepada Tuhan. Itu berarti dia dekat kepada Tuhan. Tapi kalau banyak lupa, selalu LINNAFSI BINNAFSI. Berarti dia jauh dari Tuhan. Dalam Buku Kuliah Wahidiyah ada disebutkan kalau tidak salah :
ARAB 112
( Selama engkau merasa “ BII ” – sebab AKU ( Aku Tuhan = BILLAH ), maka engkau dalam posisi yang dekat dengan AKU ( Tuhan ). Sebaliknya selama engkau merasa “ BIKA” ( dengan nafsumu ), maka engkau dalam keadaan yang jauh dari AKU terserah pilih yang mana buat pribadimu ).
Akan menjauh dari AKU Tuhan, atau ingin dekat ?. Atau menjeromos kedalam jurang kehancuran-MU atau ingin selamat disisi-KU ?. Terserah.

ARAB 113
Faham atau mengerti atau dapat menggali rahasia-rahasia itu berlawanan dengan orang yang senantiasa LINNAFSI BINNAFSI yang senatiasa buteg hatinya, yang tidak biasa menemukan rahasia-rahasia. Terutama rahasia LILLAH BILLAH. Rahasianya orang diciptakan dijadikan oleh Alloh itu. Supaya melaksanakan “ LIYA’BUDUUNI”. Orang yang senatiasa LINNAFSI BINNAFSI otomatis tidak mengetahui atau tidak faham, akan menemukan apa sesungguhnya rahasia dihidupka di dunia ini. Lain tidak, hanya itu tadi, “LIYA’BUDUUNI”- mengabdikan diri kepada Tuhan Maha Pencipta.
“Mengabdikan diri” itu ada dua rukun. Satu BILLAH dua LILLAH. Tidak mungkin disebut ibadah kalau tidak mengetahui tujuannya yaitu “Yang di ibadahi”. Dan tidak mungkin......yah pokoknya kesadaran dan pengabdian diri “LIYA’BUDUUNI” itu kumpulnya kesadaran diri dan ibadah.
Jadi kalau orang betul-betul ibadah mengabdikan diri, disamping melaksanakan pengabdian diri, dia bertauhid. Kalau oarang bertauhid. Dia melaksanakan pengabdian diri - ibadah !. Atau dalam istilah LILLAH BILLAH, kalau orang sungguh LILLAH, disamping LILLAH dia BILLAH. Kalau orang sungguh-sungguh BILLAH otomatis dasamping BILLAH-LILLAH. Satu sama lain sekalipun verlainan tapi tidak dapat terpisah-pisahkan. Seperti halnya lumpur. Lumpur terdiri dari tanah dan air. Air saja tidak dapat dikatakan lumpur, begitu juga tanah saja tanpa air tidak dapat disebut lumpur. Dapatnya disebut lumpur karena ada tanah yang bercampur air. Sekalipun airnya sedikit misalnya. Begitu juga “LIYA’BUDUUNI” kumpulnya LILLAH dan BILLAH. Kalau hanya LILLAH saja atau BILLAH saja itu tidak memenuhi syarat rukun “LIYA’BUDUUNI” pengabdian diri kepada Tuhan. Istilah lain sariat dan hakikat harus dijalankan kedua-duanya untuk dapat memenuhi “LIYA’BUDUUNI” pengabdian diri kepada Tuhan.
Dalam tingtkatannya, nomor satu adalah BILLAH. Sebab ini tauhid. Nomor dua LILLAH-pengabdian diri jadi boleh dikatakan, akibat dari tauhid, yaitu pengabdian diri. Tauhid mengakibatkan pengabdian diri. Dalam Qur’an disebutkan :
( Maka barang siapa menginginkan bertemu dengan Tuhannya, berbuatlan amal saleh dan jangan mempersekutukan dengan sesuatupun didalam beribadah kepada Tuhannya ).
Umumnya dalam Qur’an soal tauhid. Sebab ibadah adalah buah atau akibat dari pada tauhid. Adapun LILLAH saaja belum BILLAH, atau BILLAH saja belum melaksanakan LILLAH, itu namanya ibadah yang belum sempurna. LILLAH BILLAH sekalipun lain-lain bidang, tapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam Qur’an :

•      
( Bertaqwalah kepada Alloh ; Alloh memberikan pelajaran kepadamu ; ).

Menurut tata bahasa kalimah : “Wa yu’allimu kumullohu” bukan jawab atau bukan hubungan, seperti dalam kitab tafsir biasa tapi bagi ahli kesadaran, ahli tasawuf, ini dihubungkan sebagai isyaroh. Tapi memang tidak ada hubungan antara “Wattakulloha” dan “Wa yu’allimu kumullohu”. “Wattakulloha”= dan takutlah kamu semua kepada Alloh. “Wa yu’alimu kumullohu”= dan kamu semua diberi ilmu atau pelajaran oleh Alloh. Disini di isyaratkan ada dalamnya. Jadi ahli tasawuf atau ahli kesadaran tidak mengambil dari redaksi begitu saja, tapi diambil isyaroh yang terkandung didalamnya. Sebab kalau diambil dari lahirnya itu redaksi tidak menjadi cocok, Karena bukan hubungan. “Wattakulloha Wa yu’allimu kumullohu” Terkadang ada yang salah baca “Wa yu’allimukumullohu”, menjadi jawab dari Wattakulloha dalam Qiro’ah ya boleh dibaca “Wa yu’allimukumulloh”, dan artinya menjadi jawab dari “Wattakulloha”. Dalam Qiro’ah ya boleh dibaca “Wa yu’alimukumullohu”. Dan arti nya menjadi : dan takutlah kepada Alloh maka Alloh akan memberi ilmu kepada kamu sekalian. Tapi sesungguhnya didalam Al-Qur’an bukan begitu yang dimaksudkan. Lalu apa maksud dari firman yang demikian itu ? Yaitu tadi untuk isyaroh. Mengandung isyaroh jadi perlu diambil tidak dari lahir, tapi dari isyaroh dari batinnya. Dan menguatkan adanya isyaroh itu ialah sebuah hadits Rosululloh SAW :

ARAB 115



( Barang siapa yang mengamalkan atau mempraktekkan kebaikan-kebaikan yang telah diketahui, otomatis atau pasti.....Alloh memberikan ilmu sesuatu yang belum diketahuinya ).

Yaitu kebaikan-kebaikan yang belum diketahui ilmunya, belum diketahui teorinya.
Ya alhamdulillsh, dintara saudara pengamal Wahidiyah yang maaf kurang pengetahuannya, setelah mempeng dan mengetrapkan sedapat mungkin cara-cara yang digariskan, alhamdulillah tanpa diusahakan atau malah tanpa diduga dia mendapat ilmiah-ilmiah yang penting dan banyak. Alhamdulillah banyak saudara pengamal Wahidiyah yang mengalami seperti itu. Ternyata sederek-sederek yang kurang pengetahuan, setelah mempeng mujahadah-mujahadah dan usaha-usaha mengetrapkan ajaran-ajaran Wahidiyah, alhamdulillah diparingi ilmiah-ilmiah yamg sangat berharga, terutama pengalaman-pengalaman yang hubungannya soal kesadaran kepada Alloh wa Rosulihi SAW, yang diluar perhitungan dan diluar kemampuan usaha ta’alum atau belajar atau mengaji. Yah, pokoknya diluar dugaan dan diluar perhitungan. Sekali lagi alhamdulillah. Barang kali sekalipun tidak sama bentuk dan persentasi banyak sedikitnya insya Alloh semua pengamal Wahidiyah diparingi ilmiah-ilmiah dari amal-amal ibadah dan lain-lain. Sekalipun sati sama lain tidak sama bentuknya atau banyak sedikitnya tapi dalam garis besarnya insya Alloh semua diparingi.
ARAB 116
Ini mengulangi keterangan-keterangan sebelumnya. Dus, Dawuh-dawuh yang pertama tadi disusul dawuh-dawuh sesudahnya, sebagai akibat dari yang pertama tadi. Insya Alloh semuanya itu sudah cukup jelas. Dan nanti akan mennyusul dawuh-dawuh Musonef mengenai keadan yang sesungguhnya.
Keadan yang sesungguhnya hanya satu. Yaitu Tuhan, Tuhan !. Selain Tuhan, tidak ada nanti pada pengajian yang akan datang insya Alloh akan diterangkan. Kalau kita betul-betul mengetrapkan LILLAH BILLAH otomatis akan dapat mengerti dan mengetrapkan pelajaran-pelajaran yang akan datang nanti. Hanya Alloh tok !. Yang ada, lainnya tidak ada. Adanya “ada” itu hanya imitasi atau bayangan,.......dan seterusnya.
Para hadirin hadirot, mudah-mudahan pengajian pagi ini diridloi oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Dan mudah-mudahan membawa manfaat yang sebesar-besarnya fiddunya wal akhiroh !. Amin !. Kiranya pengajian cukup sekian saja.

segala yang ada itu sesunggunya gelap - al hikam

(segala yang ada itu sesunggunya gelap. Adapum kelihatanya ada itu oleh Alloh “menampakkan diri” didalamnya)

“Gelap” berarti sama denga tidak ada. Jika ada Alhaqqu Alloh tidak “menampakkan diri” kedalam apa yang ada itu, niscaya apa yang itu tidak ada.jadi adanya atau wujudnya segala yang maujud itu, karena Alloh berada didalamnya, istilah lain yang agak ringan, karena diwujudkan Alloh. Segala yang ada, apa saja lahir, bathin, didunia dan diakhirat yang ghaib ... duniwi samawi ... segala-galanya.
Adanya segala semua itu tadi karena diadakan atau diwujudkan oleh Alloh. Jadi kalau ada istilah “diadakan” atau “diwujudkan” sesungguhnya tidak wujud. Adanya wujud karena diwujudkan. Tapi, tapi yang pokok jangan hanya ilmiyah saja, melainkan pengetrapan. Pengecakan dalam hati!. Yaitu seperti dalam Sholawat Ma’rifat : Hatta laa naro walaa nasma’a .......... “ melihat, mendengar, meraa, menekuan dengan kesadaran BILLAH, mendengar BILLAH. Dan tang di dengar , suara itu yang BILLAH, yang mendengar BILLAH, yanmg didengar BILLAH. Pendengaran juga BILLAH.pokoknya segala-galanya serba BILLAH. Ini harus dirasa, disadari. Bukan hanya pengertian ilmiyah atau teori.
Begitu juga “Hatta la a naro” melihat, BILLAH yang dilihat jugaBILAAH. Penglihatan juga BILLAH. “Walaa najida” menemukan. Mnemukan apa saja. Denga panca indra lahiriyah maupun bathiniyah. Umum menemukan denga mata, dengan pendengaran, dengan perasaan menemukan sifatnya, atau perbuatanya, atau dzatnyakeadaanya pokoknya umum.
“ Walaa nuhisa” – tidak merasa. “walaa nataharroka”. Tidak bergerak. “walaa maskuna”, tidak diam .... kecuali “ illa bihaa” – melainkan senantiasa BILLAH.
Ini harus dipupuk, denga memperbanyak Mujahadahdan dilatih. Otomatis yang diusahankan dan yang tidak tentu ada perbedaan. Seperti firman Alloh dalam surat Ar-ro’du ayat : 11
(Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka sendiri merubah keadaan mereka )
Alloh tidak akan merubah keadaan umat, selama umat itu sendiritidak mau merubah. Tapi sesungguhnya asal mulanya sola ini soal syukur, soal nikmat. Diberi nukmat. Diberi nikmat, mula-mula mau syukur. Tapi lama-lama tidak mau syukur, selama tidak merubah, artinya terus syukur. Maka nikmatnay tidak akan dirubah., ditambah atau dikurangi. Tapi umat itu sendiri yang merubah. Artinya yang meninggalkan atau tidak mensyukuri nikmat itu kalau di tinjau sejarah turunnya ayat. Tapi kalau dilihat harfiyah atau redaksinya pengertianya adalah umum.
Ayat-ayat Al-Qur’an itu ada yang perngertia menurut sejarah, tidak sama dengan perngertian harfiayah atau redaksinnya ayat. Misalnya didalam soal zakat. “Fii sabiilillah”. Dalam sejarah turunya ayat, yang dimaksud dengan sabiilillah adalah orang yang bertempur dimedan perang. Sebahagian dari zakat suapay diberikan kepada mereka yang bertempur Fii sabiilillah. Artinya Fii sabiilillah yaitu asykar atau tentara sukarela, yang tidak menerima bayaran. Cukup dari bayaranya saja, jadi yang berhak menerima zakat dalam pengertian sabiilillah, yaitu sukarela-sukarela yang menjalankan tugas perang dimedan perang. Itu pengetia menurut sejarah. Akan tetapi dalam pengertian dan pelaksaan praktek, sabiilillah itu hukum, yati “sabilul khoiri” segala sesuatu perjuangan yang baik buat agama tentunya, itu bisa dimaksudkan “sabiilillah”. Ini antara lain timbul pertentangan pendapat dikalangan masyarakat kaum muslmin sendiri. Satu pihak berpegang pada pengertian sejarah, bahwa yang dimaksud dengan “Fii sabiilillah”. yaitu orang-orang yang berperang dimedan perang. Itu yang berhak menerima sebagian dari zakat. Pihak lainya memegang kepada isi redaksi dari kalimah dalam ayat tersebut yaitu Fii sabiilillah. adalah Fii sabiilil khoiri.
Kembali kepada kepengajian. Dus!. Kita harus usaha dapatnya merasakan seperti apa yang diutarakan diatas. Yaitu memandang makhluq, kelihatan kholiq, dalam Wahidiyah senantiasa BILLAH Hatta la a naro walaa nasma’a dan seterusnya tadi. Caranya usaha antara lain memperbanyak Mujahadah-mujahadah Wahidiyah. Dilatih hatinya diingat-ingat dan ....... pokoknya dalam segala gerak dan langkah, lahir maupun batin selalu dilatih rasa kesdaran BILLAH. Menjauhi soal-soal yang menjauhkan atau mengahpus atau menutup kesdaran hati pada BILLAH tersebut.
Saya ulangi lagi “al kaunu kuiluhu dlulmah” itu dhulma, gelap. Artinya gelap sama sekali tidak ada . “ wa innama anarohu dhuhuruurul haqqi fihi”. Adapun wujud, karena al haqqu berada didalamnya, atau gampangnya karena diwujudkan Alloh. Makhluq itu sesungguhnya tidak ada. Kerana diadakan atau diwujudkan, berarti tidak ada.
Bayi yang dipegang tanganya oleh orang tuanya, diberdirikan sekalipun kelihatanya bayi itu berdiri, tapi sesunmgguhnya tidak berdiri. Kelihatanya bisa berdiri itu karena di berdirikan. Berarti bayi bisa berdiri itu sesungguhnya tidak ada, ada tapi diberdirikan, begitu semua “al kaunu” atau makhluq lain. Sesungguhnya tidak ada. Kelihatanya ada, karena diadakan atau diwujudkan. Diwujudkan oleh penciptanya, Tuhan SWT.
Bisa juga dikatakan : makhluq itu dalam satu segi, wujud. Karena wiwujudkan, tapi dalam segi lain, tidak wujud, karena ya .... karena memang tidak wujud, tidak ada. Wujudnya. Barang yang diwujudkan berarti tidak wujud sendiri makhluq satu segi hak, sebab diwujudkan Tuhan. Segi lain tidak haq, sebab keadaan makhluq itu sendiri sesungguhnya tidak wujud.
Seperti itu “ Waaqul jaa-al haqqu wazahaqol baatil ... “ ini, soal ini datanglah haq. “ Wazahaqol baatil” dan hancur yan bata ini, soal ini juga memupuk soal tauhid. Kalau orang sadarkepada Alloh SWT. Berarti dalam pandangnya makhluq tidak ada. Pandanganya BILLAH. Yang ada hanya Alloh adanya lin-lain itu sebab BILLAH. Sebab diadakan. Ini namyanya jaa-al haqqu wazahaqol baatil !.
Itu tadi pada sejarahnya. Yaitu ketika Rosululloh SAW. Dengan ummat islam dapat mengusai mekkah, beliau denga tongkat da pedangnya memukul-mukul dan merobohkan berhala-berhala sambil membaca “jaa-al haqqu wazahaqol baatil” !. sekarang telah datang yang haq yaitu tauhid dan islam dan yang batal menjadi hancur, yaitu berhala- berhala dan penyembahan-penyembahan berhala.
Dus !. makhluq itu wujud. Yang wuud hanya Alloh Al Waahid Al Ahad. Wujud sesunggunya hanya satu. Yaitu Alloh lain tidak!. Jadi meyakini sifat-sifat Alloh Al Waahid, harus satu pandang. Wujud hanya satu. Alloh !. lain-lain diwujudkan Alloh. Jadi sesungguhnya tidak wujud. Ada perbedaan sedikit antara Al Waahid dan Al Ahad. Tapi sesungguhnya sama. Maha Esa Satu!. Jikalau satu, tidak ada yang lain. Sifat-sifat yang dimiliki oleh lainnya sifat wujud misalnya. Sifat Alloh jadi yang lain memiliki sifat wujud. Qidam. Qidam itu tidak ada permulaan. Jadi hanya satu. Tidak ada permulaan dlohiran wa batinan. Artinya, kecuali Alloh. Baqok-sekali abadi. Tuhan punya sifat baqok-kekal abadi lainnya tidak ada. Lha itu ahli surga digadang-gadang “khoolidiina fiihaa”, itu bagaimana ? ya karena diadakan. Kalu tidak diciptakan oleh Alloh abadal abadi ya tidak ada. Sama halnya dengan hal wujud tadi abadi, diabadikan yang abadi hanya Alloh
“mukholafatu lil hawaadisi”. Tidak sama dengan lainnya, dalam segala bidang dan segi. “Qiyaamuhu binafsihi” berdiri sendiri atau wujud sendiri. Kalau makhluk, BILLAH. Qiyaamuhu bighoirihi . adanya tergantung kepada yang lain Alloh SWT.
“Qudrot”. Kuasa. Yang kuasa hanya satu. Tuhan Maha Kuasa. Lainnya atau makhluksama sekali tidak punya kemampuan apapun juga. Manusia atau makhluk bisa begini begitu, dimampukan !. BILLAH. “Irodah”- Kehendak, begitu juga. Kalau Tuhan punya kehendak lainnya atau makhluk tidak punya kehendak.
Nuwun sewu ini teori, sekalipun penting tapi yang paling penting adalah praktek. Praktek dalam rasa dalam hati.
Para hadirin hadirot !. mari kita masing-masing koreksi, meninjau keadaan kita masing-masing. Apakah sudah penuh ?, atau masih kosong sama sekali. Atau baru sekian persen, mari kita harus tahu kepada keadaan masing-masing.

ARAB 124

Kata sayyidina ‘Ali orang yang mengetahui atau menyadari kepada kedudukan atau keadaan dirinya, dia tidak akan hancur atau rusak. Kalau dia tahu keadaan dirinya kurang baik, dia tahu tentu dia usaha ke yang lebih baik. Kedudukan dirinya, terutama sebagai hamba.
Dalam pengajian tadi memakai istilah “Dhuhurul haqqi fiihi” atau “ Wujuudul haqqi fiihi” – wujudnya haq didalam makhluk. Ada lagi istilah atau dawuh lain :

ARAB 124
Barang siapa sadar kepada Alloh, dia senantiasa melihat Tuhan di segala sesuatu. Atau dalam Al-Qur’an: surat yunus ayat 101 :
Katakanlah : “perhatikanlah apa yang ada didalam langit dan didalam bumi.

Ini maksudnya “roalloha fii kulli syai-in” – melihat alloh di segala sesuatu. Sebagai contoh sebenarnya banyak. Umpamanya melihat sebuah foto. Melihat fotonya, terbayang orang yang punya foto itu melihat. Fotonya kelihatan orangnya. Atau melihat pakaian-pakaian bikinan seorang penjahit. Potongnya begini ini bikinan penjahit anu, melihat pakaian, tahu penjahitnya. Dengan kata lain hati melihat si penjahit dari dalam pakaian. Soal mendengar begitu juga spontan. Mendengar suara mesin mobil, kelihatan mobilnya mendengar suara kawannya dari sebelah tembok. Tapi lantas terbayang kawannya. Padahal ini hanya suaranya yang sampai padanya.
Begitulah kalau orang sadar kepada Alloh SWT. Mestinya otomatis begitu. Melihat tembok, terbayang pencipta tembok. Mendengar, mengingat, memikir dan sebagainya begitu, spontan sadar kepada Alloh SWT. Para hadirin hadirot. Bagaimana keadaan kita, harus ada perhatian. Seharusnya harus seperti itu. Kalau belum begitu itu namanya belum normal. Ibarat orang sakit, masih ada penyakitnya, harus obati. Harus usaha penyembuhan !. kalau memang sungguh-sungguh sudah normal, mestinya senantiasa terus sadar kepada Alloh SWT dalam setiap gerak dan laku lahir maupun batin. Melihat, mendengar, merasa, menemukan, berfikir, berangan-angan, bergerak atau berdiam, seharusnya spontan sadar kepada Alloh SWT !. dan di samping soal tersebut, wajarnya memang begitu, menurut logika dan pengalaman nyata, didalam Al-Qur’an di sebutkan, bahwa dahulu pada zaman “arwah” ketika makhluk lain ditanya kesanggupanya oleh Alloh SWT tapi tidak sanggup, manusia yang menangguhkan diri.
(Bukanlah AKU ini Tuhan kamu sekalian? mereka (para arwah) menjawab : “balaa-benar ya Tuhan”).

Oleh karena itu para hadirin hadirot, mari kita menaruh perhatian dan berusaha sekuat mungkin kearah kesdaran seperti diatas. Kita diberi kemampuan untuk itu. Kepada soal-soal lain bisa, seperti contoh tadi, melihat pakaian spontan terbayang jahitannya, mengapa terhadap Tuhan. Pencipta kita. Pencipta segala makhluk dan memperuntukkan segala makhluk untuk kita, mengapa tidak bisa begitu ?. ini namanya tidak normal. Harus usaha supaya sembuh dari penyakit hati yang berbahaya ini !. antara lai memperbanyak Mujahadah-mujahadah Wahidiyah.

 

cermin - al hikam 

(Maka barang siapa melihat “kaum” atau makhluk tetapi tidak sadar bahwa Alloh didalamnya makhluk atau disampingnya, atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka orang yang begitu itu telah buta oleh adanya sinar cahaya yang menjadi sebabnya makhluk itu ada. Dan dia berhijab dari bermacam-macam cahaya makrifat sebab kegelapanya makhluk).

“Melihat kaum atau makhluk”. Melihat, merasa, mendengar, mengerti, dan sebagainya.

“Fiihi”. Menyaksikan Alloh didalamnya makhluk. Ini maksudnya seperti itu, orang yang bercermin. Melihat cermin, tapi yang dimaksud sesungguhnya melihat gambar didalam cermin itu berdiri di muka cermin kok tidak melihat gambar didalam cermin tapi hanya melihat cerminnya, ini jelas orang yang kurang terang atau buta penglihatannya. Begitu juga “indahu”, hampir sama yang dimaksud. Istilah Wahidiyah yang paling gampang yaitu, BILLAH. Melihat, mendengar, merasa dan sebagainya ... terus sadar bahwa semua itu BILLAH. Yang dilihat ... BILLAH, yang melihat ... BILLAH penglihatan ... juga BILLAH. Pokoknya semuanya BILLAH. Istilah “qoblahu” – sebelumnya, maksudnya sebelum tampak (terdengar, merasa, mengerti dan sebagainya). Sudah syuhud kepada Alloh ini umumnya dialami oleh mereka yang sedang dalam keadaan “jadzab” orang jadzab yaitu orang yang hatinya senantiasa penuh ingat kepada Alloh. Acara dengan makhluk boleh dikatakan tidak ada. Atau acara dengan makhluk itu hanya sekedar manifestasi atau perwujudan dari keadaan hati yang senantiasa ingat dan sadar kepada Tuhan Maha Pencipta. Oleh karena itu tidak aneh, jika orang jadzab dilihat dari segi lahiriyahnya tidak sama dengan umumnya orang memang seolah-olah tidak normal. Tapi tidak normalnya umumnya orang yang sedang jadzab, tidak sama dengan tidak normalnya orang yang tidak normal malah tidak sedikit haliyah lahiriyah mereka-meraka itu merupakan petunjuk atau kinayah atau peringatan. Tapi disini kita tidak membahas soal jadzab. “auba’dahu” – sesudahnya makhluk. Ini juga dalam pengertian yang hampir sama dengan sebelumnya. Tapi tingkatanya agak lebih rendah. Artinya begitu meelihat makhluk tidak spontan syuhud, kepada Alloh penciptanya, tapi agak sedikit terlambat baru sadar. Tapi dalam pengalamannya tidak dapat digambarkan dengan jarak waktu dan sebagainya. Kesemuanya itu adalah pengalaman zauqiyyah, pengalaman batin, yang tidak dapat diuraikan dengan kata-kata ditangkap dengan kemampuan fikiran begitu saja. Hanya mereka yang sama-sama punya pengalaman batin. Seperti itulah yang dapat memahimi dengan sebetulnya. Jadi sekali lagi pengajian pagi ini adalah menyangkut soal keadaan batin mengenai kesadaranya kepada Alloh. Ya mudah-mudahan kita para hadirin hadirot kita di beri dapat terus meningkatkan kesadaran kita kepada Alloh wa Rosulihi SAW, dan di samping mudah-mudahan kita harus usaha. Usaha dengan segala kemampuan yang. Sebab soal ini adalah soal prinsip yang menentukan sekali.

ARAB 128


Setengah dari pada hal yang menunjukan sifat Qohar ke Maha Kuasaan Alloh SWT. Yaitu engkau dihijab pandangan bathinmu terhadap Alloh dengan sesuatu yang sesungguhnya tidak wujud.
Ini kelanjutan dari dawu diatas, sebaga penjelasan yaitu dawuh “al kaunu kulluhu dhulmah” …. al kaunu atau makhluk itu semuanya gelap atau tidak wujud. Tapi kok ada istilah hijab atau penghalang?. Ini menunjukan kemaha Kuasaan Alloh SWT. Barang tidak ada, tapi ada, artinya menjadi hijab.
Hijab yang paling beasar adalah nafsuh, istilah Wahidiyah. Dan ini yag harus dibrantas . cara membrantasnya yaitu, selagi masih ada diarahkan atau dimanfaatkan untuk “liya’ buduuni”. Istilah Wahidiyah dengan LILLAH-BILLAH, dimanfaatkan, tapi kalau sudah tidak bisa nafsu harus dibunuh. Artinya, apa-apa yang menjadi keinginan dan kemauan nafsu. Nafsu jangan dituruti. Orang kalau belum bebas dari nafsunya atau belum dapat di manfaatkan untuk, istilah Wahidiyah, yaitu LILLAH-BILLAH, LIRROSUL-BIRROSUL, LILGHOUTS-BILGHOUTS, tidak mungkin sadar kepada Alloh. Kata sadar, dalam kitab-kitab disebut “Fanak”. Fanak dibagi tiga bidang.
“Fanak af’al” = Fanak perbuatan. Menyadari bahwa tiada yang berbuat selain Alloh. Melihat atau melakukan perbuatan terus sadar bahwa yang melakukan itu Alloh. Yah ini, sudah maklum, ada alhamdulillah kita para pengamal Wahidiyah sudah banyak merasakan. Tapi masih harus terus ditingkatkan
Kedua “fanak sifat” – menyadari bahawa tiada yang berkuasa yang pandai, yang … yang … pokoknya sifat-sifat Tuhan melainkan hanya Alloh.
Ketiga “Fanak dzat” yaitu laa maujudaa ilallah. Tiada yang wujud selain Alloh. Kadi seperti di yang uraikan dalam pengajian ini tadi, … “al kaunu kulluhu dhulmah …. “ dan seterusnya. Bagi kita wahidiyah, insya Alloh prinsip Ajaran LILLAH-BILLAH, LIRROSUL-BIRROSUL, LILGHOUTS-BILGHOUTS, itu sudah cukup, meliputi apa yang kita bahas dalam pemgajian ini, mari para hadirin hadirot, kita syukuri nikmat dam fadlol Alloh SWT. Yang sangat berharga ini, yaitu denga terus berusaha memelihara apa yang kita miliki. Dan meningkatkan kearah yang lebih baik lagi. Usaha meningkatkan lahir batin denga segala kemampuan yang ada pada kita dan di segala bidang. Bidang pengamalan bidang Mujahadah, bidang Penyian dan sebagainya. para hadirin hadirot, orang yang sadar atau istilah disini syuhud kepada Alloh SWT, adalah … “kullu auqotihi lailatul qodar” segala waktunya menjadi lailatul qodar baginya. Ada lagi dawuh seperti dalam buku kuliah Wahidiyah Insya Alloh ada,

ARAB 129

(Jika seorang hanba mendapat inayah atau ilahiyah, maka menjadilah sedetik dari umurnya sepadan dengan ibadah (lahir) serinu tahun)

Dan banyak lagi, anatara lain sabda sayyidina Ali Karomallohu wajhah :

ARAB 129
(sebaik-baik harimu, waktumu ialah hari atau waktu dimana engkau sadar kepada Tuhanmu)

Itu dawuhnya sayyidina Ali Karomallohu wajhah, tapi logikanya kebalikan dari itu.

ARAB 129

( sejelek-jelek harimu, atau waktunya, yaitu hari atau waktu diamana engkau tidak syuhud, tidak sadar kepada Tuhanmu)

Itu tadi sayyidina Ali Karomallohu wajhah. Agak panjang ceritanya. Yaitu ketika beliau ditanya apa yang paling untuk ibadah ?. beliau menjawab, kebanyakkan orang atau ulama manapun juga dijagad timur dan dijagad barat jawabnya sama yaitu hari jum’at atau hari ‘Arofah atau waktu turunya lailatul qodar bulan Romadhon dan sebagainya tapi kalau menurut saya … yaitu tadi seperti diatas. Malah (ini tambahan saya) sekalipun har jum’at atau hari ‘Arofah atau lainnya kalau tidak sadar kepada Tuhan malah lebih berat. Dan selain “syarru ayyamika” orang yang tidak sadar kepada Alloh SWT. Disamping tidak tepat kalau makin bertambah ilmunya atau amalnya otomatis senantiasa UJUB, RIYA’, TAKABBUR !. Ujub = membanggakan diri, definisi dari Ujub yaitu merasa mempunyai keistimewaan, kebaikan. Aku mujahadah, aku sembahyang …. Pen. Kalu begini sekalipun sudah LILLAH tapi Ujub tidak BILLAH. Amal yang begini tidak diterima olah Alloh SWT. Riya’ memperlihatkan keistimewaan terhadap orang lain, denga kata ataupun perbuatan malah kalau perlu memperlihatkan keistimewaannya kepada Alloh SWT. Ini malah berat. Takabbur !. otomatis ini takabbur, melihat kawannya tidak sembahyang atau tidak mujahadah … lalu dia merasa … mujahadah itu lebih baik dari pada nganggur kalau begitu saya lebih baik dari pada dia. Ini namanya takabbur otomatis !. banyak perbuatan hati istilah orang Jawa “Uneg-uneg”. Yang kalau tidak disertai keadaran LILLAH-BILLAH otomatis Ujub. Riya’ atau Takabbur. Sekalipun hanya angan-angan.!.
Para hadirin hadirot, itulah keburukan-keburukannya yang sangat terkecam selain itu menyalah gunakan. Makhluk ciptaan Alloh SWT. Itu supaya digunakan menjadi “cermin” dia tahu dan sadar kepada Alloh SWT, dari dalam makhluk itu sebab kalau tidak ada makhluk sekalipun dia tahu Tuhan, tapi bukan dari dalam makhluk ini negatifnya. Orang yang makin banyak makhluk dan dilihat, makin banyak-banyak pengalamannya, makin banyak apa yang tanggapi, otomatis makin banyak kesadarannya kepada Tuhan dari makhluk-makhluk yang ditanggapi itu. Selain itu lagi, nuwun sewu, Alloh SWT. Menciptakan makhluk diperuntukkan manusia. Manusia diciptakan … “liyaa ’buduun” dan liyaa’buduun ini disamping LILLAH harus BILLAH!. Tidak mungkin orang mengabdikan diri, kok tidak tahu siapa dan kemana saya mengabdikan diri. Ini tidak mungkin dan tidak boleh jadi, dia tidak tahu. Orang mengabdikan diri paling tidak harus tahu itu tidak boleh disebut mengabdikan diri. Otomatis dia menyalah gunakan, tidak mengecakkan apa resep dari Tuhan.maka dari itu … antara lain disini ada saya tulis :


ARAB 131

Maka segala nafas (ambekan) yang hasilnya tidak menujukan kesadaran kepada Alloh SWT. Dan isyaroh tauhid dengan sungguh-sungguh, dengan darurot artinya otomatis, maka nafas yang mati. Tidak hidup nafasnya. “wa shoohibuhu mas ulun ‘anhu” dan orang yang dimintai pertanggung jawaban besok pada yaumul qiyamah. Karena nafas itu ambekan. Ambekan ini ... nikmat !. harus disyukuri. Syukurnya, yaitu itu tadi seperti diatas.
Orang syukur tidak bisa syukur apabila tidak tahu kepada yang memberi, saya misalnay saudara beri sesuatu, tapi saya tidak tahu saudara, siapa yang saya terima kasih ?. jadi orang syukur itu harus tahu kepada yang memberi. Dan harus tahu barang apa yang diberikan. Kalau tidak tahu yang memberi, dan tidak tahu apa yang diberi ini tidak bisa syukur. Padahal saya dan saudara-saudara semua ini bernafas, punya tangan, kaki dan sebagainya.
Itu tadi yang hubungan BILLAH. Satu nafas tadi tidak sadar kepada Tuhan, berarti menyalah gunakan makhluk semuanya. Satu nafas tidak sadar kepada Alloh SWT. Berarti satu nafas itu menyalah gunakan makhluk ini semua. Disamping menyalah gunakan ambekan atau nafas itu sendiri !. menyalah gunakan badannya sendiri. Menyalah gunakan makhluk semuanya. Itu tadi pentingnya soal BILLAH para hadirin hadirot !. jadi soal BILLAH ini harus 100%. Baik mengenai perbuatan yang tidak sengaja atau yang di sengaja, ini ..... umum. Keadaan maksiat atau tidak maksiat, BILLAH harus,harus seratus persen !. “Khoiri wa syairrihi minolloh” !. Hanya ada dua. Alloh pencittannya dan makhluk yanng dicitakan. Otomatis ada yang baik dan buruk, ada putih, merah dan seterusnya.Ini harus seratus persen BILLAJ-Tauhid.
Adapun bidanng LILAH,harus ada pemisahan.Ini misalna mengenai perbuatan yang disegaja.
ARAB 132



Ini kata Sahal At-Tustati
Segala perbuatan yang diperbuat oleh seseorang hamba tanpa manut LILLAH-LIRROSUL,bai itu tho’at,baik itu maksiat, katanya. Lha maksiat ini kok boleh ini.Mungkin, ini ... maksudnya maksiat yang diorurot. Sering saya sebtkan disamping kita maklumi.Misalnya ada dua macam lobang bahaya,dia mau tidak mau akan terjerumus kedalm salah satu jurang bahaya tadi. Atau dua macam kerugian. Salah satu dari dua macam kerugian pasti akan terjadi. Lha ini harus memilih kerugian atau jurang bahaya yang ringan.Lha ini !. memilih kerugian yang ringan atau jurang kerugian yang ringan ini boleh dikatakan maksiat. Oleh karena itu harus diisi LILALLH.Ini faham bukan?. Ajdi kalau menghahadapi dua soal yang sama-sama brebahaya atau terlarang tapi harus tetap memilih kepada yang salah satu diantaranya.Yang sama dengan dagang,dan lain-lain kalau ada dua kerugian yang mau tidakmau pasti mengalami salah satu dari pada dua macam kerugian itu , kerugian dua atautiga atau pokoknya kerugian lebih dari satu,ini harus milih yang paling ringan.Ini wajib milihnya menurut syariat kalau kerugian itu kerugian haram,atau lebih-lebih kerugian yang berat.kalau begitu,mejerumus kedalam kerugian yang ringan ini.Harus ada dasartnya LILLAH.Klau tigak ada dasar LILLAH otomatis LINNAFSI.
“Fuhuwa ‘aisyun-nafsi”. Kalau tidak LILLAH disini dikatakan:
Penghiupannya menjadi “Aisyun-nafsi”. Makanan nafsu!.
“Wakullu fi’in yafaluhhubil iq tidaak”. Segala perbuatan yang dikerjakan berlandaskan manut. Tidak LILLAH atau LIRROSUL dan LILGHOUTS,itu ‘adhaabun-nafsi.siksaan nafsu!. Siksaan bagi nafsu.
Dus!.kembali lagi soal tauhid,atau BILLAH. Pengajian pagi ini adalah soal tauhid,BILLAH dan jaga AHADIYAH HANYA ALLOH pen!. Ya mudah-mudahan para hadirin hadirot pengajian pagi ini yang isinya palinng, paling prisip ya mudah-mudahan diridloi Alloh SWT, dipringi hidayah taufiq syafaat barokah karomah sebanyak-banyak oleh Alloh wa Rosuulihi SAW wa Ghoutsu hadazzamani wa akwanihi wa saairi ahbabillah rodliyallohu ta’ala ‘anhum sehingga kita sekelurga dan masyarakat mengecakkan melaksanakan yang diridloi oleh Alloh SWT Amiin.